Sukses

Kisah keturunan Jawa dalam diaspora Jawa di Yogyakarta

Diaspora Jawa atau keturunan Jawa yang tersebar di berbagai wilayah nusantara dan dunia berkumpul di Yogyakarta mulai 17-23 April 2017.

Liputan6.com, Yogyakarta Diaspora Jawa atau keturunan Jawa yang tersebar di berbagai wilayah nusantara dan dunia berkumpul di Yogyakarta mulai 17-23 April 2017. Acara yang dipusatkan di Baneteng Vredeburg Yogyakarta ini dihadiri ratusan peserta orang jawa dari Suriname, Belanda, Malaysia, Singapura hingga Kaledonia.

Singgih Rachmawan Seksi Program Javanese Diaspora Event (JDE) III mengatakan kegaitan tahun ini merupakan yang paling lengkap dibandingkan event sebelumnya. Sebab peserta dari berbagai negara ini mengikuti kegiatan selama seminggu penuh. Peserta diajak untuk belajar bahasa jawa, seminar, makan malam dengan raja kraton Yogyakarta dan masak kuliner jawa.

"Secara keseluruhan tujuan kami untuk silaturahmi dalam rangka uri uri budaya jawa, tapi ke depan agar masyarakat Jawa tetap memegang identitasnya demi kemajuan ini," ujarnya Sabtu (22/04/2017).

Singgih mengatakan jika tahun ini menggunakan tema Ngumpulke Balung pisah. Diharapkan dengan tema ini jalinan erat yang terpisah oleh jarak dapat terus terjaga. Ia berharap dari kegiatan ini nantinya akan ada satu film atau dokumentasi terkait kegiatan yang ketiga ini. Contohnya adalah film Jaji yang dibuat keturunan Jawa yang tinggal di Suriname.

Diaspora Jawa atau keturunan Jawa yang tersebar di berbagai wilayah nusantara dan dunia berkumpul di Yogyakarta mulai 17-23 April 2017. (Foto: Yanuar H)


"Kami berusaha ke situ setidaknya satu story dalam bentuk buku. Bahan pelajaran dan pengalaman ke depan untuk tujuan memupuk dan melestarikan budaya Jawa.
Ada film Jaji itu artinya saudara sekapal orang suriname dikirim pakai kapal satu kapal dianggap seabgai satu saudara," ujarnya.

Singgih mengaku jika kondisi orang jawa di luar negeri saat ini mampu berkembang. Bahkan beberapa dari mereka menjadi salah satu tokoh di negara tersebut. Walaupun jauh ternyata akar budaya jawa masih mereka jaga hingga saat ini.

Sementara itu Mariette Karsinem Mingoen orang Jawa yang tinggal di Suriname ini mengaku sangat senang dengan acara ini. Ia berharap agar dapat menjaga erat silaturahmi dengan leluhurnya. Ia merupakan generasi ketiga setelah buyutnya pertama kali datang ke Suriname. Ia mengaku saat itu leluhurnya memulai kehidupan di Suriname dengan perjuangan keras.

"Waktu saya kecil masih kerja di perkebunan saya sendiri di perkebunan jeruk. Tapi di sana ada berbaagai perkebunan kopi dan tebu. Setiap hari naik sepeda, 1954 saya lahir dari situ mulai setelah perang dunia kedua orang jawa itu maju mulai urbanisasi ke kota," ujarnya.

Diaspora Jawa atau keturunan Jawa yang tersebar di berbagai wilayah nusantara dan dunia berkumpul di Yogyakarta mulai 17-23 April 2017. (Foto: Yanuar H)

Ia mengatakan saat ini generasi muda Jawa sudah mulai maju. Banyak dari anak-anak Jawa yang mendapat pendidikan hingga perguruan tinggi. Bahkan di antara generasi muda mulai memegang perang penting di Suriname mulai dari ekonomi hingga politik.

"Sekarang di Suriname sudah lebih maju dari tahun 60-an. Banyak yang sudah masuk universitas. Lebih banyak yang perempuan," ujarnya.

Ariette mengaku jika saat ini kebudayaan Jawa di Suriname mulai luntur. Anak-anak muda mulai cenderung menggunakan bahasa Belanda atau Suriname dibandingkan bahasa Jawa. Namun ia yakin generasi muda saat ini mengerti dan paham jika akar budayanya adalah dari Jawa.

"Kami sekarang di negara asing bagaiamnapun ada pengaruhnya, yang penting asal tau dirinya. Bahasa itu penting tapi di sana untuk bisa beruang dan maju harus pakai bahasa di sana, asal tidak lupa bahwa saya ini orang Jawa," ujarnya.

Hal berbeda diungkapkan Ivone Poniyem orang jawa dari Belanda. Menurutnya di Belanda kebudayaan Jawa masih terjga dengan baik. Kegiatan tari mulai kesenian lain khas jawa masih terjaga. Ia pun mengajarkan bahasa jawa kepada anak turunnya.

"Banyak uri-uri kabudayaan Jawa. Aku yo melu nari. Ada jaran keang mitoni ngedukke lemah itu nurut jowo asli masih pakai itu. Londo rumayan amergo ada yang belajar klasik tari kendurenan ada. semua masih ada," ujarnya.

(Yanuar H)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini