Sukses

`Keris` Jokowi Vs `Meriam` Prabowo

Atmosfer jelang Pemilu 2014 bak perang seru antara ‘banteng moncong putih’ dan ‘burung garuda sayap kuning’.

Liputan6.com, Jakarta - Saling serang. Juga mengeksploitasi titik kelemahan satu sama lain. Atmosfer jelang Pemilu 2014 bak perang seru antara ‘banteng moncong putih’ dan ‘burung garuda sayap kuning’. Kedua kubu tak mau kalah.

Perseteruan 2 bakal capres, Joko Widodo dari PDIP dan Prabowo Subianto dari Partai Gerindra semakin panas sejak ‘dimentalkannya’ perjanjian Batu Tulis yang telah disepakati kedua parpol pada Pilpres 2009 lalu. Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri memilih mengangkat kadernya yang karib disapa Jokowi untuk menjadi bakal capres daripada menyepakati perjanjian untuk mendukung pencapresan Prabowo.

Dalam perjanjian di Batu Tulis, Bogor, Jawa Barat itu, PDIP-Gerindra sepakat untuk menggilir posisi capres. Mega sebagai capres pada Pilpres 2009 dan seharusnya Prabowo pada pilpres tahun ini.

Kini, baik Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra dan Jokowi sudah tak malu-malu lagi menabuh genderang perang. Namun masing-masing memiliki gaya perang berbeda. Gaya perang Jokowi lebih cenderung dengan gaya 'keris'. Karena Jokowi lebih tenang dan tidak terlalu frontal.

"Gaya keris Jawa itu tidak main-main, kena goresannya dikit saja bisa berujung maut. Serangannya kadang tak terduga, diam-diam," kata pengamat politik Andar Nubowo kepada Liputan6.com, Kamis (3/4/2014).

Sementara, serangan ala Prabowo lebih mirip gaya 'meriam'. "Serangan meriam, meski dentuman dan daya rusaknya mengerikan, masih bisa diantisipasi oleh lawan."

Mirip SBY-Mega?

Perseteruan keduanya mengingatkan pada ketegangan antara Presiden SBY dan Megawati Soekarnoputri jelang Pemilu 2004. Akankah Prabowo vs Jokowi akan jadi 'seteru abadi' seperti SBY vs Mega?

"Saya kira Jokowi vs Prabowo akan lama berlanjut. Apalagi, jika keduanya melaju ke Pilpres. (Perseteruan) Lebih dahsyat daripada Mega vs SBY. Zaman Mega-SBY itu seperti perang dingin. Tidak frontal dan tidak melibatkan publik," tutur Andar.

Namun peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby punya pendapat lain. Dia menilai, mustahil Prabowo-Jokowi berakhir seperti Mega-SBY.

"Nggak sampai lah. Kalau dilihat karakternya kan nggak jauh berbeda," kata Adjie 2 April 2014.

Prabowo sendiri disamakan dengan SBY. Ini karena Prabowo terlihat terus 'menyentil' Jokowi serta hal lainnya yang berkaitan dengan PDIP, partai banteng moncong putih itu. Mulai dari perjanjian batu tulis tahun 2009 hingga menganggap Jokowi seperti kacang lupa kulit.

Bagi pengamat politik Ray Rangkuti, sikap yang ditunjukkan Prabowo justru mengingatkan kepada sifat suka 'mengeluh' ala Susilo Bambang Yudhoyono. Yang selalu menyalahkan saat kondisi telah berlalu.

"Ya kalau saya lihat, Prabowo itu hanya melihat ke belakang. Dia tidak menatap ke depan dengan menjelaskan program-program jika jadi Presiden. Yang sekarang ini justru Prabowo terlihat punya sifat mengeluh seperti SBY," tutur Ray.

Mau tahu bagaimana kedua politisi ini ‘bermesraan’ di medan kampanye? Salah satu yang sering disoal adalah mengenai kebijakan penjualan sejumlah aset negara oleh Megawati ketika menjabat sebagai presiden 2002 silam. Aset-aset itu, mulai dari satelit, gas, sampai kapal tanker VLCC milik Pertamina.

Hal yang dianggap noda PDIP inilah yang berkali-kali berusaha disinggung berbagai pengamat politik, politisi, dan termasuk Prabowo. Mantan Panglima Kostrad itu menyinggungnya lewat sajak satire atau sindiran.

"Sekarang ada budaya politik baru, bohong tak apa-apa, yang penting santun. Mencuri tak apa-apa, menjual negara nggak apa-apa, kalau mau bicara apa adanya dibilang kasar, sadis. Saya diajarkan katakan benar untuk benar, dan salah adalah salah," ujar Prabowo 2 April lalu.

Jokowi pun tak tinggal diam. Mendengar Mega dikritik, mantan Walikota Solo itu memberikan pembelaannya. Menurutnya, penjualan aset negara pada masa pemerintahan Megawati dilakukan karena pada saat itu sedang terjadi krisis.

"Pemimpin kan memang sering dihadapkan pada pilihan yang sulit, dan itu harus dipilih. Dan pilihan itu ada risikonya, dan itulah yang dipilih,” ucap Jokowi 29 Maret 2014.

Pembelaan Jokowi itu pun ‘menggelitik’ Prabowo. Kepada rivalnya dalam bursa capres itu, Prabowo menitipkan salam.

"Ahh.., titip salam aja sama dia (Jokowi)."

Siapa Pemenangnya?

Tak cuma saling serang, Kedua tokoh nasional itu juga berebut perhatian. Salah satunya terhadap purnawirawan dan massa buruh. Prabowo kepada purnawirawan, sedang Jokowi ke massa buruh.

Lantas siapa yang bakal menang mendapatkan perhatian paling banyak nanti?

Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai, persaingan tersebut nantinya akan ditentukan sesuai tawaran yang diberikan Jokowi maupun Prabowo kepada pendukungnya.

"Pemenangnya menurut saya, adalah tokoh dan partai yang menawarkan keuntungan yang bersifat pragmatis. Seperti tawaran jabatan menteri atau keuntungan lain, yang boleh jadi tidak bersifat ideologis dan permanen," kata Emrus kepada Liputan6.com.

Namun, menurut Emrus, jika negeri ini tetap berlandaskan kepada politik transaksional, maka negeri ini dipercayai tidak akan mengalami perubahan mendasar ke arah lebih baik.

Bagaimanapun juga, gaya Prabowo dan Jokowi di medan kampanye ini membangkitkan rasa penasaran publik pada hasil akhir pilpres nanti. Pemilu semakin terasa bergairah. Tanpa seteru Prabowo vs Jokowi, Pemilu 2014 dinilai bakal hambar.

"Dengan persaingan Jokowi dan Prabowo seperti itu, Pilpres masih menarik diikuti," kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang. (Anri Syaiful)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.