Sukses

3 Masalah Kurang Gizi yang Dialami Anak Indonesia

Indonesia masih belum bebas dari masalah kurang gizi. Dari South East Asia Nutrition Survey (SEANUTS), masalah anemia pada anak masih belum bisa diturunkan hingga hari ini.

Indonesia masih belum bebas dari masalah kurang gizi. Dari South East Asia Nutrition Survey (SEANUTS), masalah anemia pada anak masih belum bisa diturunkan hingga hari ini.

SEANUTS melakukan studi tentang status gizi di 4 negara di ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand dan Vietnam. Studi ini dilakukan selama 12 bulan yang bertujuan meneliti status gizi, pertumbuhan, pola pola makan serta asupan gizi anak-anak rentang usia 6 bulan hingga 12 tahun.

Di Indonesia, SEANUTS dilaksanakan bersama PERSAGI (Persatuan Ahli Gizi Indonesia) dan melibatkan 7.200 anak-anak; Malaysia (Universiti Kebangsaan Malaysia/ 3.304), Thailand (Mahidol University / 3.100) ; Vietnam (Vietnam National Institute of Nutrition / 2.880). Khusus di Indonesia, studi dilakukan mulai Januari hingga Desember 2011 di 48 kabupaten/kota dari 25 provinsi.

Berikut sejumlah masalah kurang gizi yang dialami anak-anak berdasarkan hasil SEANUTS:

1. Anemia

Dari data 2006, kasus anemia meningkat dari awalnya 25 persen menjadi 27,7 persen. Dan anemia pada anak-anak berusia 6 bulan hingga 2 tahun menjadi perhatian khusus.

2. Kurang vitamin A

"Bukan hanya anemia yang menjadi masalah di Indonesia pada anak. Tapi, kurangnya Vitamin A juga masih menjadi masalah di Indonesia," kata DR Fitra Ernawati, M.Sc dari
Pusat Teknologi Kesehatan di Balai Kartini, Jakarta, Senin (25/2/2013).

Fitra mengungkapkan, pada 2006, sebanyak 11 persen anak-anak balita kekurangan Vitamin A dan Iodium sebanyak 12 persen. Namun kasus kekurangan Vitamin A tak hanya dialami Indonesia, tiga negara lainnya yang masuk dalam SEANUT juga kekurangan Vitamin A.

"Kekurangan Vitamin A pada anak usia 2-5 tahun, mengalami penurunan yang bermakna. Tapi masih menjadi perhatian juga," ujarnya.

"Bukan hanya itu saja, asupan zat gizi mikro terutama seperti zat besi,yang masih perlu ditingkatkan".

3. Kurang Vitamin D

"Kekurangan Vitamin D pada anak usia 2-12 tahun, masih menjadi masalah juga. Ini merupakan zat gizi mikro baru yang mendapat perhatian karena fungsinya yang selain membantu penyerapan kalsium juga diperlukan untuk pertumbuhan".

Sebelumnya, Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi menegaskan, angka penurunan gizi buruk di Indonesia baru mencapai 14 persen. Tapi, dalam tahun terakhir penurunan itu sangat landai tak bisa cepat lagi sehingga dikhawatirkan target Millenium Development Goals (MDG's) 2015 sebesar 15% tak tercapai.

Anak-anak yang mengalami gizi kurang biasanya karena tidak mendapatkan asupan gizi yang sesuai usiannya. Anak yang kurang gizi ditandai dengan badan yang kurus, karena berat badannya kurang untuk anak seusianya.

Selain itu, tubuh anak yang kurang gizi juga lebih pendek dibanding anak seusianya. Dan jika masalah kekurangan gizi ini tidak kunjung diatasi, anak itu akan mengalami masalah gizi buruk.(Mel/Igw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.