Sukses

RI Dibanjiri Kosmetik Berbahaya dari Luar Negeri

BPOM menemukan bahwa sekitar 54 persen berupa produk kosmetik impor ilegal dan beberapa diantaranya mengandung bahan berbahaya.

Liputan6.com, Jakarta Sepanjang 2014 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah melakukan pengawasan kosmetik dengan nilai temuan lebih dari Rp 32 miliar. Sayangnya, BPOM menemukan bahwa sekitar 54 persen berupa produk kosmetik impor ilegal dan beberapa di antaranya mengandung bahan berbahaya.

Banyaknya produk kosmetik impor ilegal dan berbahaya beredar akibat tingginya kebutuhan masyarakat Indonesia akan produk-produk kecantikan. "Berdasarkan data, keperluan penggunaan kosmetik meningkat tajam di Indonesia diperkuat data dari Eropa bahwa pertumbuhan (pembelian kosmetik) hingga lebih dari 20 persen," terang Kepala BPOM, Roy Sparringa dalam konferensi pers Public Warning Kosmetika Mengandung Bahan Berbahaya di Gedung C BPOM, Jakarta, ditulis Minggu (21/12/2014).

Sparringa menjelaskan bahwa produk-produk tersebut bisa masuk ke Indonesia lewat pelabuhan tikus (pelabuhan liar) dan daerah perbatasan. "Batam misalnya, pintu masuk barang impor kan ada banyak titik. Banyak pelabuhan tidak resmi di sana. Bahkan sepanjang pantainya adalah pelabuhan. Pantai timur Sumatera juga sangat terbuka," ungkap Sparingga.

Selain itu, produk impor tersebut bisa masuk ke Indonesia melalui jalur resmi namun menggunakan dokumen yang dipalsukan.

Padahal menurut aturan yang berlaku, produk kosmetik impor yang masuk ke Indonesia wajib terdaftar terlebih dahulu, lalu menunggu Surat Keterangan Impor yang dikeluarkan BPOM baru bea dan cukai mengizinkan masuk.

Berbagai upaya koordinasi lintas sektor demi menghindari masuknya produk kosmetik secara ilegal. "Kami galang kerjasama dengan pemerintah daerah, aparat, pintu masuk diperketat, serta penegakkan hukum," terang Sparringa.

Pelaku usaha yang memroduksi dan mengedarkan akan ditindak tegas dengan dasar hukum pemberian hukuman terhadap pelaku yang memproduksi barang-barang kosmetika ilegal diatur dalam pasal 196 dan 197 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.