Sukses

Remaja Australia Meninggal Akibat Reaksi Anestesi Saat Dirawat

Seorang remaja di Australia meninggal akibat reaksi anestesi saat sedang dirawat di rumah sakit.

Liputan6.com, Victoria - Petugas forensik menemukan seorang anak berusia 13 tahun di negara bagian Victoria, Australia, yang menderita alergi parah, meninggal di rumah sakit akibat reaksi anestesi yang diberikan oleh staf rumah sakit.

Anestesi itu diberikan setelah ia mengalami serangan anafilaksis (serangan alergi yang parah yang bisa mengancam nyawa) saat menyantap sarapannya.

Dikutip dari laman AustraliaPlus Indonesia, Rabu (28/2/2018), Louis Tate meninggal di Rumah Sakit Frankston pada bulan Oktober 2015, dan sebuah penyelidikan forensik atas kematiannya pun dilakukan.

Remaja Australia tersebut mengalami alergi susu, kacang-kacangan dan telur, dan dirawat setelah mendapat serangan asma.

Sidang kasusnya mengungkap bahwa dapur di rumah sakit tidak mencatat riwayat alergi seseorang dengan benar, dan Louis telah mengeluh kepada ibunya bahwa lidahnya terasa sakit setelah sarapan pagi.

Ibu Louis, Gabrielle Catan, mengatakan pada pemeriksaan bahwa ia yakin anaknya meninggal karena reaksi alergi terhadap makanan tersebut.

Louis selalu membawa obat EpiPen jika terjadi serangan anafilaksis.

Tapi pada Senin, 26 Februari 2018, petugas forensik Phillip Byrne menentukan bahwa anak laki-laki tersebut meninggal karena reaksi terhadap anestesi yang diberikan kepadanya sebagai tanggapan terhadap serangan anafilaksis tersebut.

Ia mengatakan bahwa anestesi menyebabkan kondisi yang sangat langka yang disebut hipertermia ganas.

Byrne menemukan, reaksi alergi terhadap sarapan merupakan faktor pendukung kematian Louis karena itulah alasan mengapa ia membutuhkan anestesi untuk diintubasi (dimasuki selang atau tabung melalui mulut atau hidung), namun ternyata tanggapan medis di Rumah Sakit Frankston, Australia masuk akal dan memadai.

Perawat yang bertanggung jawab atas bangsal anak pada saat itu, yakni Helen Hutchins, sebelumnya mengatakan kepada pengadilan bahwa alergi pasien biasanya ditulis di papan tulis dapur -- tapi hal itu tak menimpa bocah berusia 13 tahun tersebut.

Rumah sakit sekarang memiliki sistem komputerisasi untuk melacak alergi dan kondisi lainnya.

Ayah Louis, Simon Tate, mengatakan bahwa temuan tersebut membawa beragam emosi bagi keluarga tersebut.

"Kami yakin petugas forensik benar-benar telah mengonfirmasi sesuatu yang selalu kami ketahui -bahwa ada alergen pada sarapan pagi yang disantap Louis," sebutnya.

"Dan akhirnya kami tahu bahwa jika ia tidak sarapan ia pasti sudah pulang bersama kami, dan kami tak akan berada di sini.”

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Laporan Anafilaksis Kini Wajib

Simon mengatakan ia percaya alergi Louis dan penggunaan EpiPen lebih baik dikelola di organisasi masyarakat daripada di rumah sakit.

"Pada akhirnya, diketahui bahwa Melbourne adalah salah satu kota dengan tingkat alergi tertinggi di dunia," sebutnya.

Ia meminta Menteri Kesehatan Australia, Greg Hunt, anggota Parlemen lokal urusan keluarga, untuk bertindak berdasarkan sebuah janji dari pendahulunya untuk meminta penyelidikan tentang bagaimana rumah sakit menyediakan makanan.

"Tak ada rekomendasi yang keluar dari hal ini, jadi ada sesuatu yang harus terjadi," kata Simon.

Seorang juru bicara mengatakan bahwa Hunt akan mendukung penyelidikan Senat mengenai keamanan pangan atau penyelidikan keamanan pangan yang lebih luas pada umumnya untuk orang-orang dengan alergi.

Menteri Kesehatan Victoria, Jill Hennessy, mengatakan bahwa kematian itu adalah "sebuah tragedi".

Kini, rumah sakit diminta untuk melaporkan kasus anafilaksis sehingga kasus yang dipicu oleh produk yang tak benar bisa ditangani dengan cepat.

"Jika masih ada lagi yang perlu dilakukan atau pembelajaran tambahan yang datang dari kejadian menyedihkan ini, mereka akan diimplementasikan," kata Hennessy.

Juru bicara rumah sakit, Dr Tim Williams, mengatakan bahwa keselamatan pasien adalah "prioritas nomor satu" mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.