Sukses

Rusia Dikecam Aktivis Lingkungan Jelang Piala Dunia 2018, Kenapa?

Jelang penyelenggaraan Piala Dunia 2018, Rusia tengah berbenah diri. Tapi justru mendapat kecaman dari aktivis lingkungan. Ternyata...

Liputan6.com, Moskow - Rusia kini sedang mempercantik diri. Negeri Beruang Merah itu punya alasan kuat untuk menggelontorkan anggaran negara triliunan rupiah. Pasalnya, pada musim panas tahun ini, Rusia menjadi tuan rumah Piala Dunia 2018.

Sejumlah infrastruktur dibenahi, pembangunan dilakukan, dan 12 stadion di 11 kota serentak dirombak lapangan hijaunya.

Pejabat berharap, jalannya pertandingan sepak bola paling bergengsi -- 14 Juni hingga 15 Juli -- lancar. Akan tetapi, ada satu hal yang mengganggu pikiran para aktivis lingkungan.

Mereka mengecam panitia penyelenggara Piala Dunia 2018 karena memerintahkan untuk membunuh sekitar 2.000 anjing liar di seluruh kota. Pembasmian anjing-anjing itu harus selesai dilakukan sebelum perhelatan olahraga terbesar dunia itu dimulai.

Para aktivis mengatakan, panitia membunuh anjing-anjing liar dengan cara yang kejam, yaitu menembak atau menyuntikkan racun ke tubuh anjing (dikenal sebagai eutanasia).

Panitia berkilah, anjing-anjing liar itu bisa membawa penyakit rabies yang mengganggu jalannya pertandingan. Namun, tindakan seperti itu dianggap sebagai pembunuhan massal.

"Ini harus dihentikan, reputasi negara kita dipertaruhkan, karena membunuh hewan di jalan-jalan adalah tindakan tak beradab. Dengan dana yang sama besarnya (dengan pembangunan infrastruktur), panitia hanya perlu menangkap, memberi vaksin, sterilisasi dan mengakomodasi hewan-hewan itu," ujar seorang aktivis lingkungan dan hewan kepada Kepala Komite Perlindungan Lingkungan Rusia Vladimir Burmatov, dilansir Newsweek, Senin (15/1/2018).

Atas permohonan para aktivis itu, Komite Perlindungan Lingkungan Rusia kemudian mengirimkan surat kepada Menteri Olahraga Pavel Kolobkov.

Pihaknya meminta agar sejumlah kota menggunakan metode manusiawi saat membunuh anjing-anjing liar. Tujuannya untuk menghindarkan reaksi negatif masyarakat.

"Kami telah menerima banyak masukan dari aktivis lingkungan dan warga yang peduli terhadap kehidupan anjing-anjing liar itu. Mereka menyebut cara yang kami lakukan adalah pembunuhan massal," tutur Burmatov, menanggapi protes para aktivis.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bukan Kali Pertama

Ini bukan pertama kalinya Rusia menerima tekanan semacam itu. Menjelang Olimpiade Musim Dingin 2014 di Sochi, panitia berencana membunuh 2.000 hewan liar di jalanan Rusia demi melindungi citra negara.

Kecaman yang meluas dari aktivis lingkungan membuat Rusia terpaksa membalikkan keadaan.

Pemerintah setempat lalu mengumbar janji untuk menggiring hewan-hewan liar tersebut ke tempat penampungan. Namun, kabar burung mengenai pemusnahan massal masih terdengar.

Terlebih, meski dua tahun setelah Olimpiade berakhir, orang-orang-orang Rusia mengaku sering melihat anjing-anjing liar dibunuh di jalan.

Sepertinya bukan hanya Rusia saja yang berperilaku demikian.

Negara-negara yang menjadi tuan rumah pertandingan global sekelas Olimpiade juga mendapat kritik pedas atas praktik serupa.

Sebelum Olimpiade Musim Panas 2004 di Athena, panitia berencana untuk meracuni ribuan anjing liar di negaranya. Demikian halnya dengan pemerintah China, yang diduga mengirim ratusan ribu kucing dan anjing ke "kamp kematian" menjelang Olimpiade Beijing 2008.

Demi melindungi anjing-anjing liar dari megahnya Piala Dunia 2018, Presiden Rusia Vladimir Putin dipaksa untuk mengkaji ulang keputusan yang dikecam dunia itu.

Alhasil, pemerintah lokal mengeluarkan pernyataan yang memastikan hewan-hewan liar itu akan dikirim ke tempat penampungan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini