Sukses

Krisis Yerusalem, Palestina Tarik Perwakilannya dari AS

Sejumlah protes yang berujung kekerasan terjadi di Jalur Gaza semenjak Donald Turmp mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Liputan6.com, Washington, DC - Palestina menarik perwakilannya dari Amerika Serikat. Langkah diplomatik ini diambil, beberapa minggu setelah Presiden Donald Trump secara sepihak mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. 

Menteri Luar Negeri Palestina Riad al-Maliki memanggil pulang utusan Palestinian Liberation Organisation (PLO) Husam Zomlot, demikian dilaporkan kantor berita Palestina, Wafa. Alasannya, untuk 'konsultasi'. 

Sebelumnya, Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengatakan, ia tidak akan menerima apapun bentuk 'rencana perdamaian' yang ditawarkan AS usai keputusan Trump yang kontroversial itu, demikian seperti dikutip dari BBC pada Senin (1/1/2018).

Sejumlah protes yang berujung kekerasan terjadi di Jalur Gaza semenjak Donald Trump mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota Israel.  

PBB telah mengeluarkan resolusi agar AS membatalkan klaim tersebut, pasca-pemungutan suara di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Dalam sidang darurat Majelis Umum PBB pada Kamis 21 Desember 2017, 128 dari 193 negara menentang keputusan Trump soal Yerusalem. Hanya sembilan negara yang mendukung, termasuk Israel. Sementara, 35 lainnya abstain.

Sekitar 13 warga Palestina tewas dalam insiden kekerasan semenjak Trump mengumumkan keputusannya soal Yerusalem. Kebanyakan mereka yang meninggal dunia akibat konflik terbuka dengan tentara Israel.

Yerusalem menjadi jantung konflik antara Israel dan Palestina. Perselisihan soal kota suci tiga agama tersebut diyakini berimbas pada perdamaian di Timur Tengah. 

Israel menduduki bagian timur Yerusalem, yang sebelumnya diduduki oleh Yordania, dalam perang Timur Tengah 1967. Negeri zionis mengklaim wilayah itu secara keseluruhan sebagai ibu kota yang tak terpisahkan.

Di sisi lain, Palestina mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara masa depan. Banyak negara yang berpendapat, status akhir Yerusalem harus ditentukan lewat perundingan damai dua negara dalam kerangka two states solution. 

Minggu kemarin, Presiden Palestina Mahmoud Abbas menyebut Yerusalem sebagai "ibukota abadi rakyat Palestina".

Kedaulatan Israel atas Yerusalem tidak pernah diakui secara internasional. Mayoritas negarasaat ini mempertahankan kedutaan mereka di Tel Aviv. 

Namun, Presiden Trump, usai mengklaim Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memerintahkan Departemen Luar Negeri AS untuk memulai proses pemindahan kedutaan besar Negeri Paman Sam. Langkah tersebut ditiru oleh Guatemala. 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

10 Negara Akan Pindahkan Kedutaan ke Yerusalem?

Pemerintah Israel mengatakan telah menjalin komunikasi dengan setidaknya 10 negara atas kemungkinan pemindahan kedutaan besar mereka ke Yerusalem. Hal itu dibeberkan oleh Negeri Bintang David pada Senin, 25 Desember 2017.

"Kami telah berdialog dengan setidaknya 10 negara. Beberapa di antaranya merupakan negara Eropa," kata Deputi Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Hotovely, seperti dikutip dari South China Morning Post, pada Desember 2017 lalu.

Namun, Hotovely tak menyebut nama ke-10 negara yang telah dibujuk oleh Israel untuk memindahkan kedutaannya ke Yerusalem.

Kendati demikian, seorang sumber diplomatik Israel yang anonim menyebut beberapa nama negara yang telah dibujuk, di antaranya; Honduras, Filipina, Rumania, dan Sudan Selatan.

Hotovely yakin, langkah Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang berencana untuk memindahkan Kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem akan diikuti oleh sejumlah negara lain, termasuk ke-10 negara tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini