Sukses

20-12-1989: Invasi AS Gulingkan Pemerintahan Diktator Panama

Hari ini, 28 tahun yang lalu, Amerika Serikat menginvasi Panama dalam upaya untuk menggulingkan diktator Manuel Noriega.

Liputan6.com, Panama City - Hari ini, 28 tahun yang lalu, Amerika Serikat menginvasi Panama dalam upaya untuk menggulingkan diktator Manuel Noriega.

Amerika Serikat menuduh Noriega sebagai dalang atas berbagai pelanggaran hukum, seperti mengendalikan perdagangan narkoba di Benua Amerika, menekan demokrasi di Panama, serta mengancam keselamatan masyarakat setempat dan asing di negara tersebut.

Invasi resmi dimulai pada 20 Desember 1989 hingga 3 Januari 1990, ketika Noriega menyerah kepada pasukan penyerbu Amerika Serikat di Ibu Kota Panama City. Demikian seperti dikutip dari History.com, Rabu (20/12/2017).

Pada medio 1970-an, di tengah tensi tinggi Perang Dingin, sosok Manuel Noriega meroket di dalam dunia kemiliteran Panama setelah dirinya direkrut oleh Badan Intelijen AS (CIA) untuk membantu Washington melawan penyebaran komunisme di Amerika Tengah.

Namun, pada 1977, statusnya sebagai 'double-agent' AS dicopot setelah CIA mengetahui bahwa Noriega terlibat dalam perdagangan narkoba.

Akan tetapi, dua tahun kemudian, ketika pemerintahan komunis Marxis-Sandinista berkuasa pada 1979, Noriega kembali direkrut sebagai double-agent oleh CIA.

Setelah bertahun-tahun membantu Amerika Serikat, Noriega mengalami peningkatan kapasitas dalam bidang kemiliteran dan perpolitikan. Akhirnya, pada 1983, ia mengukuhkan diri sebagai pemimpin de facto Panama.

Selama menjadi diktator Panama, Noriega kerap membantu kebijakan luar negeri AS di Amerika Tengah, khususnya perihal penanggulangan pengaruh komunis di kawasan. Washington gembira.

Kendati demikian, Senat AS yang curiga dengan aktivitas politik Noriega melakukan pemeriksaan. Senat menyimpulkan, Noriega, di belakang layar dan tanpa sepengetahuan Washington, masih terus mengendalikan jaringan narkotika di Amerika Tengah.

Tendensi kediktatoran Noriega semakin menjadi. Pada 1984, pria itu memanipulasi Pilpres Panama dan mengendalikan Nicolas Ardito Barletta sebagai presiden boneka. Meski begitu, pemerintah AS yang dipimpin oleh Presiden Ronald Reagan tetap saja mendukung Noriega, sebagai bentuk penghargaan atas bantuannya bagi Washington dalam menggulingkan pemerintahan komunis Marxis-Sandinista di Nikaragua, Amerika Tengah.

Namun, pada 1986, semua berubah 180 derajat setelah mencuatnya laporan skandal Iran-Contra. Dalam laporan itu, disebut bahwa Noriega merupakan dalang di balik peredaran obat terlarang di Amerika Tengah dan Utara, terlibat dalam pencucian uang dengan AS dan menjadi double-agent untuk rezim Marxis-Sandinista di kawasan.

Mengetahui bahwa ternyata Noriega merupakan agen ganda untuk rezim Marxis-Sandinista, pemerintah AS menetapkan sanksi terhadap sang diktator.

Pada 1986, CIA kemudian menyusun rencana untuk 'melenyapkan' sang pemimpin Panama demi menghilangkan sejumlah bukti operasi intelijen Amerika Serikat di Amerika Tengah dan Selatan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Mencapai Titik Nadir

Dua tahun kemudian, pada 1988, Noriega didakwa oleh Pengadilan AS atas tuduhan penyelundupan obat-obatan dan pencucian uang -- namun menghiraukan tuduhan praktik spionase ganda karena khawatir, dakwaan itu akan menjadi bumerang bagi Washington. Dakwaan itu merupakan langkah awal AS untuk menggulingkan Noriega dari pucuk tertinggi kekuasaan di Panama.

Akan tetapi, hal itu mendapat respons riuh dari rezim Noriega. Sang diktator, memanfaatkan Panama Defense Forces (PDF) melakukan intervensi militer terhadap pemilu di Panama dan mengkonfrontasi warga AS yang berada di Panama.

Konfrontasi itu mencapai titik didih, ketika pada 16 Desember, seorang tentara AS yang tak berdinas dan berpakaian sipil ditembak mati oleh PDF.

Dipicu oleh peristiwa itu dan serangkaian kejadian yang telah lalu, akhrinya pemerintahan AS yang dipimpin oleh Presiden George H.W Bush memerintahkan 27.000 pasukan AS -- baik di tanah air maupun yang sebelumnya telah berdinas di Panama -- untuk menginvasi negara pimpinan Noriega tersebut.

Aksi militer itu diberi nama sandi Operation Just Cause dimulai pada 20 Desember 1989 dan berlangsung hingga 31 Januari 1990.

Sementara itu pasukan khusus AS, Navy SEALs diberi tugas khusus untuk menangkap Noriega dan mencegahnya melarikan diri dari Panama City.

Aksi para Navy SEALs itu diberi nama sandi Operation Nifty Package. Terkepung oleh pasukan khusus yang menerapkan metode perang psikis (psy-war) dan perang taktis, Noriega akhirnya menyerahkan diri kepada pasukan Navy SEALs pada 3 Januari 1990.

Sekitar 23 tentara dan tiga warga sipil AS tewas dalam Operation Just Cause. Sedangkan sekitar 150 tentara PDF dan 500 warga Panama tewas dalam operasi tersebut. Organisasi Negara-Negara Bagian Amerika Serikat dan Parlemen Uni Eropa secara formal memprotes invasi tersebut, yang mereka anggap sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional.

Pada tahun 1992, Juri Pengadilan Federal AS menyatakan Noriega bersalah atas delapan tuduhan seputar kasus perdagangan narkoba, pemerasan dan pencucian uang.

Hakim menjatuhkan Noriega dengan hukuman bui, 40 tahun di dalam penjara federal AS. Ia kemudian diekstradisi pada 1999 atas desakan Prancis dan Panama. Tiba di tanah air, Noriega pun kembali dijatuhi vonis 20 tahun penjara oleh pengadilan Panama atas tuduhan pembunuhan dan pencucian uang.

Manuel Noriega tutup usia di sebuah rumah sakit di Panama City pada 29 Mei 2017.

Sejarah mencatat, pada tanggal yang sama pada 1987, terjadi sebuah insiden besar di Filipina. Yakni kapal tanker dan penumpang bertabrakan di dekat perairan Manila.

Kejadian memilukan itu menelan korban jiwa 4 ribu orang. Atau dengan kata lain, hampir semua penumpang baik di kapal tanker atau penumpang meregang nyawa.

Peristiwa lain, pada 20 Desember 1537, Raja Swedia John III lahir ke dunia. Ia memerintah Negara Skandinavia tersebut dari 1568 sampai akhir hayatnya pada 1592.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.