Sukses

Pertama dalam Sejarah, Jepang Akan Beli Rudal Jarak Jauh

Jepang akan membeli dua jenis rudal jarak jauh dari kontraktor pertahanan AS, Lockheed Martin, dan satu lainnya dari perusahaan Norwegia.

Liputan6.com, Tokyo - Menteri Pertahanan Jepang Itsunori Onodera menyatakan, pihaknya akan membeli rudal jarak jauh untuk pertama kalinya demi menjawab situasi keamanan nasional yang semakin parah.

"Kami akan menempatkan rudal jelajah (stand-off missiles) yang mampu mempertahankan diri secara memadai, saat kami berada di luar jangkauan lawan, demi menjamin keamanan Pasukan Bela Diri dan membela bangsa kami secara efektif," ungkap Onodera seperti dikutip dari CNN pada Jumat (8/12/2017).

Seorang juru bicara dari Kementerian Pertahanan Jepang mengatakan bahwa Negeri Sakura akan membeli dua jenis rudal, yakni peluru kendali anti-kapal jarak jauh dan rudal jelajah jenis Joint Air-to-Surface Missile Standoff (JASSM) dari kontraktor pertahanan Amerika Serikat, Lockheed Martin. Kelak, rudal-rudal tersebut akan dipasang di jet tempur F-15.

Selain itu, Jepang juga akan membeli rudal jenis Joint Strike Missile buatan perusahaan Norwegia, Kongsberg, untuk dipasang di jet tempur F-35 yang baru saja bergabung dengan armada Angkatan Udara jepang.

Sumber yang sama menyebutkan bahwa Jepang juga akan mengajukan permintaan tambahan dalam anggaran tahun depan untuk melakukan pembelian tersebut.

Meski dalam pernyataannya, Menhan Jepang tidak menyinggung nama Korea Utara, program nuklir dan rudal Pyongyang yang berkembang pesat tak dipungkiri telah membuat Jepang dan sejumlah negara lain ketar-ketir.

Kabar terkait dengan pembelian persenjataan itu mencuat sekitar satu bulan setelah Presiden Donald Trump melawat ke Tokyo dan menyarankan agar Jepang membeli peralatan militer AS.

Perdana Menteri Jepang Shinzon Abe yang baru terpilih kembali pada Oktober lalu dilaporkan akan melanjutkan retorika kerasnya terhadap Pyongyang. Dalam menghadapi Korea Utara, Abe menetapkan waktu hingga 2020 untuk merevisi konstitusi Jepang yang berisi larangan bagi militer negara itu untuk melakukan tindakan ofensif.

Kelak, rudal-rudal yang akan dipasang pada jet tempur Jepang tersebut memiliki kemampuan untuk menyerang target yang berbasis di darat atau laut di semua negara tetangganya, termasuk China.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Picu Ketidaksenangan China

China yang sangat menderita ketika Jepang menduduki wilayah tersebut selama Perang Dunia II disebut tak senang dengan rencana pembelian peralatan militer yang dilakukan Tokyo. Kedua negara sejak lama berseteru dalam banyak isu, termasuk perselisihan terkait kepemilikan pulau tak berpenghuni.

Namun dalam isu nuklir Korea Utara, China juga menyuarakan penolakan. Para ahli percaya bahwa salah satu alasan utama Beijing menentang pengembangan senjata nuklir Pyongyang adalah kekhawatiran bahwa hal itu dapat memicu perlombaan senjata di kawasan.

Tiongkok juga menyuarakan penentangannya atas penempatan sistem anti-rudal Terminal High Altitude Area Defence (THAAD) di Korea Selatan yang disponsori Amerika Serikat. Ahli senjata percaya China khawatir cakupan THAAD meluas ke wilayahnya.

Penyebaran tersebut menghasilkan pembekuan selama sebulan dalam hubungan antara Seoul dan Beijing. Namun hubungan keduanya mencair pada Oktober.

Ancaman Korea Utara terhadap Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya telah kembali ke garis terdepan setelah Korea Utara melakukan uji coba rudal teranyar mereka, Hwasong-15, pada akhir November lalu.

Setelah peluncuran tersebut, penasihat keamanan nasional Gedung Putih HR McMaster mengatakan bahwa kemungkinan perang dengan Korea Utara meningkat dari hari ke hari.

Pekan ini, AS dan Korea Selatan melakukan latihan militer skala besar yang melibatkan ratusan pesawat terbang dan ribuan tentara. Korea Utara melihat latihan ini dengan permusuhan dan kekhawatiran bahwa mereka dapat berlatih untuk melakukan invasi potensial. Latihan minggu ini mengikuti latihan angkatan laut berskala besar di bulan November yang melibatkan tiga kapal induk Angkatan Laut AS.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini