Sukses

Waspada, Patah Hati Ternyata Mematikan

Stres emosional yang parah dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang sebagaimana yang diakibatkan oleh serangan jantung.

Liputan6.com, Anaheim - Ketika para pengarang lagu atau penulis puisi menuliskan betapa sakitnya penderitaan ketika putus cinta atau ditinggal seseorang yang dicintai, ternyata hal itu bukan sekadar hiasan kata-kata.

Menurut sebuah penelitian terkini, stres emosional yang parah dapat menyebabkan kondisi mendadak pada jantung yang serupa dengan kerusakan jangka panjang sebagaimana yang diakibatkan oleh serangan jantung.

Keadaan itu disebut dengan "sindrom patah hati" yang secara ilmiah disebut dengan takotsubo cardiomyophaty.

Di Inggris, ada kira-kira 3000 orang yang mengalaminya dan biasanya dipicu oleh kejadian traumatis dalam hidup semisal dukacita.

Dikutip dari The Independent pada Jumat (17/11/2017), pada saat serangan, otot-otot jantung bisa sedemikian melemahnya sehingga tidak bisa lagi berfungsi efektif.

Penelitian sebelumnya menengarai bahwa kerusakan otot-otot itu bersifat sementara, tapi para ilmuwan University of Aberdeen sekarang mendapati bahwa dampak-dampaknya bisa menetap, sebagaimana halnya dampak serangan jantung.

Dalam penelitian yang didanai oleh British Heart Foundation (BHF) tersebut, tim beberapa dokter memeriksa 37 pasien takotsubo selama rata-rata 2 tahun menggunakan suara ultra (ultrasound) dan pemindaian MRI.

Mereka melaporkan temuan-temuan penelitian dalam perhelatan American Heart Association Scientific Sessions di Anaheim, California, dan mengungkapkan bahwa para peserta penelitian memiliki kerusakan tak tersembuhkan pada jejaring otot jantung.

Akibat kerusakan yang dimaksud, jejaring otot jantung kehilangan elastisitasnya sehingga mencegah konstraksi penuh pada tiap-tiap denyutan jantung.

Menurut penelitian lain yang dilakukan oleh Harvard Medical School, lebih dari 90 persen kasus takostubo yang dilaporkan adalah kaum wanita berusia antara 58 dan 75.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Belum Ada Penanganan Jangka Panjang

Profesor Jeremy Pearson, wakil direktur medis di BHF, menjelaskan, "Takotsubo adalah penyakit yang merusak yang bisa membuat ambruk seseorang yang sebenarnya sehat-sehat saja."

"Dulunya kita mengira dampak yang membawa maut ini bersifat sementara, tapi sekarang kita bisa melihat bahwa dampak-dampaknya bisa berlanjut memengaruhi seseorang sepanjang hayatnya."

Pearson menambahkan, sekarang ini belum ada penanganan jangka panjang yang tersedia bagi para pasien karena dunia kedokteran sebelumnya menduga pada penderita akan pulih sepenuhnya.

Pearson menyimpulkan, "Penelitian baru ini menunjukkan adanya dampak-dampak jangka panjang pada kesehatan jantung dan menengarai kita perlu merawat pasien-pasien seperti halnya mereka yang berisiko gagal jantung."

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.