Sukses

Pemerintah AS Berjanji Bangun Energi Bersih, Seperti Apa?

Terlepas dari pandangan mereka mengenai Kesepakatan Paris, AS mengaku akan terus memimpin dalam energi bersih dan inovasi.

Liputan6.com, Bonn - Amerika Serikat menegaskan posisinya dalam Kesepakatan Iklim Paris. Meski Presiden AS, Donald Trump, mengindikasikan bahwa negaranya menarik diri dari perjanjian tersebut, mereka tetap terbuka untuk bergabung kembali asal perjanjian itu menguntungkan masyarakat Negeri Paman Sam.

Hal tersebut disampaikan oleh Acting Assitant Secretary Bureau of Oceans and International Environmental and Scientific Affairs, Judith G. Garber, dalam Konferensi Perubahan Iklim (COP 23) di Bonn, Jerman.

Namun, terlepas dari pandangan mereka mengenai Kesepakatan Paris, Garber mengatakan bahwa AS akan terus memimpin dalam energi bersih dan inovasi. Ia juga menyebut, AS memahami kebutuhan untuk mengubah sistem energi.

"Presiden Trump memperjelas hal tersebut ketika AS bergabung bersama negara-negara G-20 lainnya dalam Deklarasi Pemimpin G-20 yang menyatakan bahwa kami tetap berkomitmen secara kolektif untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, antara lain melalui peningkatan inovasi pada efisiensi energi dan energi yang berkelanjutan, dan bekerja menuju sistem energi rendah gas rumah kaca," ujar Garber dalam pidatonya yang disampaikan pada 16 November 2017.

"Amerika Serikat akan terus mendukung pendekatan yang seimbang terhadap mitigasi iklim, pembangunan ekonomi, dan keamanan energi yang mempertimbangkan realitas campuran energi global," imbuh dia.

Dalam US National Statement at COP-23 yang disampaikan Garber dan diterima oleh Liputan6.com pada Jumat (17/11/2017)  selama 10 tahun terakhir AS telah berhasil mengurangi emisi sambil meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Sejak 2005, emisi gas rumah kaca AS turun 11,5 persen, sementara ekonominya tumbuh sebanyak 15 persen.

Garber menyebut, adopsi teknologi energi yang inovatif oleh sektor swasta yang didukung inovasi oleh sektor publik, menjadi kontributor besar atas berkurangnya emisi AS.

Ia juga mengatakan bahwa AS ingin bekerja sama dengan negara lain untuk terus memajukan pengembangan dan penerapan beragam teknologi, agar dapat mencapai tujuan keamanan iklim dan energi.

Dalam pernyataannya, Garber menyebut bahwa AS telah bekerja sama dengan negara-negara seperti China dan India, lalu dengan Power Africa dan Caribbean Energy Security Initiative untuk mencapai tujuan tersebut.

"Tentu saja, kita tahu bahwa masing-masing negara perlu menentukan bauran energi yang sesuai berdasarkan keadaannya, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan keamanan energi, promosi pertumbuhan ekonomi, dan perlindungan lingkungan," demikian pernyataan AS yang disampaikan Gerber.

"Dalam konteks itu, kami ingin mendukung pembangkit listrik terbersih dan paling efisien, terlepas dari sumbernya," ujar dia.

Dalam pernyataan itu juga disebutkan bahwa AS akan terus membantu negara-negara mitra dalam mengurangi emisi di luar energi, seperti hutan dan lahan lainnya, melalui program Sustainable Program dan SilvaCarbon.

"Singkatnya, Amerika Serikat bermaksud untuk tetap terlibat dengan banyak mitra dan sekutu kita di seluruh dunia mengenai masalah ini, di Framework Convention dan di tempat lain."

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Energi Bersih Namun Mengajukan Ide Batu Bara?

Pernyataan soal energi bersih yang dikeluarkan Gerber bertolak belakang dengan tim AS yang berangkat ke konferensi iklim COP23.

Anggota pemerintahan Trump, memberikan dukungan mereka pada sebuah acara yang mempromosikan bahan bakar fosil dan tenaga nuklir sebagai solusi untuk perubahan iklim.

Pembicara dari raksasa batu bara Peabody Energy, antara lain, akan membuat presentasi untuk menyoroti peran yang dapat dimainkan batu bara dan bahan bakar lainnya dalam mengendalikan dampak kenaikan suhu.

Juru bicara Gedung Putih mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa diskusi tersebut bertujuan untuk membangun usaha pemerintah untuk mempromosikan bahan bakar fosil pada pertemuan G20 tahun ini.

"Tidak dapat dipungkiri bahwa bahan bakar fosil akan digunakan untuk masa yang akan datang, dan demi kepentingan semua orang, mereka menjadi efisien dan bersih," kata juru bicara tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.