Sukses

Ini 4 Alasan Orang Percaya Teori Konspirasi CIA hingga Iblis?

Walaupun belum terbukti kebenarannya, mengapa masih banyak orang yang meyakini dan menyukai teori konspirasi?

Liputan6.com, Miami - Puluhan bahkan ratusan teori konspirasi terus bergulir hingga saat ini. Bahkan, ada orang-orang yang sangat meyakini akan kebenaran teori tersebut dan mengikuti setiap perkembangannya.

Meski ada beberapa teori konspirasi yang masih masuk akal, beberapa teori lain sangat aneh dan membuat kita sulit percaya bahwa ada orang yang meyakininya.

Sebut saja teori soal kaburnya para Nazi ke Bulan, UFO, atau elite reptil yang diam-diam mengatur kehidupan di Bumi. Juga masih ada yang mengaitkan sejumlah kecelakaan di Segitiga Bermuda dengan piramida atau bahkan iblis. 

Walaupun belum terbukti kebenarannya, mengapa masih banyak orang yang meyakini dan menyukai teori konspirasi? Seperti dikutip dari Time, Senin (16/10/2017), berikut sejumlah alasannya:

1. Teori Orang-Orang yang 'Kalah'

Seorang profesor ilmu politik di Univeristy of Miami, Joseph Uscinksi, mengatakan bahwa teori konspirasi umumnya mengikuti perkembangan politik.

"Teori konspirasi adalah untuk mereka yang kalah," ujar Uscinski yang juga merupakan rekan penulis buku American Conspiracy Theories.

Uscinski menekankan, istilah tersebut digunakan secara harifah dan tak bermaksud untuk merendahkan.

"Orang-orang yang telah kalah dalam pemilihan, mengalami kerugian, atau pengaruh, mencari sesuatu untuk menjelaskan semua itu," kata dia.

2. Pengaruh Pendidikan dan Kesejahteraan

Namun, tak serta-merta orang yang kalah langsung mempercayai teori konspirasi. Tingkat pendidikan dan kesejahteraan ternyata berpengaruh besar terhadap kepercayaan seseorang atas teori konspirasi.

Sebuah survei menunjukkan, sekitar 42 persen orang yang tak mengenyam pendidikan di sekolah tinggi meyakini setidaknya sebuah teori konspirasi. Sedangkan, hal tersebut hanya terjadi sebanyak 23 persen di kalangan sarjana.

Studi pada 2017 menemukan bahwa orang-orang dengan pendapatan rumah tangga sebesar US$ 47.193 lebih meyakini adanya teori konspirasi, dibanding mereka yang berpendapatan US$ 63.824.

"Dalam kasus ini, teori konspirasi bisa seperti obat atas emosi," ujar seorang profesor ilmu politik di Notre Dame University dan rekan penulis Uscinski, Joseph Parent.

"Seseorang biasanya tak mau menyalahkan diri sendiri atas kekurangan dalam dirinya, cenderung menyalahkan kekuatan yang tak terlihat," jelas Parent.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Istimewa dengan Teori Konspirasi?

3. Keinginan Menjadi Istimewa

Dalam sebuah penelitian yang diterbitkan di European Journal of Social Psychology pada Mei 2017, mengusung judul provokatif 'Terlalu Spesial untuk Dibohongi'.

Dari studi tersebut diketahui, bahwa mereka yang memiliki keinginan untuk merasa istimewa cenderung percaya akan sejumlah teori konspirasi.

"Bagian kecil yang memotivasi keyakinan irasional adalah keinginan untuk keluar dari keramaian," tulis keterangan dalam jurnal tersebut.

Hal tersebut menjelaskan mengapa orang-orang tersebut cenderung mengacuhkan bukti yang membantah teori-teori tersebut. Pasalnya, menyerahkan kepercayaan mereka berarti sama dengan menyerahkan keistimewaan juga.

4. Membuat Dunia Lebih Masuk Akal

Dalam beberapa kasus, teori konspirasi bisa jadi merupakan usaha untuk membuat dunia lebih masuk akal. Misalnya saja pasca-pembunuhan Presiden Amerika Serikat John F. Kennedy.

Pada saat itu bias proporsionalitas menjadi hal yang lumrah, karena adanya pikiran yang menggergoti gagasan tentang sebab-sebab kecil yang menyebabkan efek besar tersebut.

Konspirasi soal CIA pun akhirnya menutupi fakta bahwa Kennedy dibunuh oleh seorang pria tak terduga.

 

Diskusi Tanpa Menghakimi

Penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa salah satu cara terburuk untuk mengubah pikiran mereka yang meyakini teori konspirasi adalah mengritisi mereka atau yang terburuk, mencemoohnya.

Hal itu hanya membuat mereka menjadi semakin defensif dibanding mengubah pikiran mereka. Apa yang lebih baik adalah dengan melakukan diskusi tanpa menghakimi.

Mengintervensi mereka lebih awal dengan fakta juga bisa membuat perbedaan. Anak-anak yang mempelajari sains cenderung tak meyakini adanya teori konspirasi di kemudian hari.

Pada akhirnya, pikiran manusia merupakan sebuah hal yan bebas dan seringkali tidak rasional. Orang-orang pun akan mempercayai apa yang mereka ingin percaya.

Meski mempercayai kebenaran tak semenyenangkan mempercayai dongeng, hal itu akan membuat pikiran menjadi lebih baik -- dan tentunya budaya yang baik pula.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.