Sukses

Angelina Jolie Desak Tentara Hentikan Persekusi pada Rohingya

Mantan istri Brad Pitt itu juga menegaskan agar hak-hak sipil etnis Rohingya segera diberikan.

Liputan6.com, Washington, DC - Aktris Hollywood sekaligus aktivis kemanusiaan Angelina Jolie mengutuk rangkaian aksi kekerasan terhadap kelompok etnis Muslim Rohingya di Myanmar. Ia juga mendesak pemerintah serta pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi untuk segera bertindak menangani krisis kemanusiaan tersebut.

"Sangat jelas bahwa kekerasan yang dilakukan oleh tentara harus segera dihentikan. Para pengungsi juga harus diizinkan untuk kembali ke negara asalnya," jelas Angelina Jolie kepada koran mingguan Jerman, Welt am Sontag, seperti dikutip dari Jersey Evening Post, Senin (18/9/2017).

"Hak-hak sipil juga harus segera diberikan kepada Rohingya," tambah mantan istri Brad Pitt itu.

Pemeran film Lara Croft: Tomb Raider itu juga mengatakan, "Kami semua berharap agar Aung San Suu Kyi menjadi suara hak asasi manusia bagi situasi tersebut."

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kritik Datang Dari Berbagai Arah

Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi tengah menjadi pusat perhatian dunia, khususnya terkait cara sang pemenang Nobel Perdamaian itu menyikapi krisis Rohingya.

Menurut data PBB, sekitar 400.000 orang Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh pascakonflik bersenjata yang terjadi pada 25 Agustus 2017 lalu, yang dipicu oleh penyerangan kelompok bersenjata Rohingya ke beberapa pos polisi di Rakhine.

Atas sikapnya yang bergeming terkait krisis Rohingya, sejumlah pemimpin dunia, beragam organisasi non-pemerintah, dan berbagai pemenang Nobel Perdamaian melontarkan desakan, agar putri mendiang Jenderal Aung San itu dapat segera bertindak.

Pemenang Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, meminta Pemimpin de facto Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengutuk "perlakuan tragis dan memalukan" terhadap warga Rohingnya.

"Selama beberapa tahun terakhir, saya terus mengutuk perlakuan tragis dan memalukan ini. Saya masih menunggu sesama pemenang Nobel, Aung San Suu Kyi, untuk melakukan hal serupa. Dunia, juga muslim Rohingya menantinya," kata Malala dalam akun pribadinya @Malala, 3 September 2017.

Shirin Ebadi, aktivis hak asasi manusia dan pemenang Nobel Perdamaian edisi 2003 menuduh, Aung San Suu Kyi telah berpaling dari demokrasi sejak naik ke tampuk kekuasaan Myanmar.

Ebadi juga menyebut, sebagai pemenang Nobel Perdamaian, Suu Kyi gagal menerapkan idealisme yang terkandung dalam penghargaan itu.

"Suu Kyi menerima penghargaan itu atas perjuangannya melawan opresi. Namun, ia gagal menerapkan idealisme penghargaan itu," jelasnya, seperti dikutip dari Al Jazeera, 11 September 2017.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Gutteres menegaskan, sangat krusial bagi Myanmar untuk segera mengubah kebijakannya terhadap warga Rohingya. Pria asal Portugal itu melihat persoalan tersebut semakin pelik.

Menurut Gutteres, Myanmar harus segera memberikan kewarganegaraan atau memastikan status hukum warga Rohingya.

Kepastian hukum itu penting. Sebab, hanya dengan status yang jelas, etnis Rohingya bisa hidup normal, bergerak bebas, mendapat pekerjaan, dan memperoleh pendidikan.

"Sejarah diskriminasi panjang, keputusaasan, kemiskinan ekstrem terjadi di Rakhine. Kami meminta otoritas sipil dan militer Myanmar untuk mengakhir kekerasan ini," ucap Gutteres, seperti dikutip dari Associated Press, Rabu 6 September 2017.

"Kesedihan dan penderitaan warga Rohingya yang tidak terselesaikan sudah lama 'membusuk' dan ini jadi faktor tak terbantahkan dalam terciptanya destabilisasi regional," kata dia.

Ia juga mengutuk segala kekerasan yang diarahkan kepada etnis Rohingya. Krisis kemanusiaan tersebut telah berlangsung sejak 25 Agustus 2017.

Meski tidak secara langsung mengkritik Suu Kyi, sang sekjen meminta agar pejabat tinggi Myanmar harus berupaya untuk menghentikan kekerasan terhadap Rohingya.

"Otoritas Myanmar harus melakukan aksi tegas demi mengakhiri kekerasan dan untuk memberikan keamanan dan bantuan kepada semua pihak membutuhkan," ucapnya.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.