Sukses

26-8-1883: Bangkitnya Krakatau Setelah 200 Tahun Tertidur

Letusan dahsyat Gunung Krakatau yang bermula pada 26 Agustus menelan korban sebanyak 36.000 jiwa.

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini 134 tahun silam, kepulauan vulkanik di Selat Sunda antara pulau Jawa dan Sumatra yang termasuk dalam kawasan cagar alam bergemuruh. Episode itu menjadi awal mula amukan dahsyat Gunung Krakatau.

Pada hari itu, setelah 200 tahun tertidur, terjadi ledakan kecil pada Gunung Krakatau. Itulah tanda-tanda awal bakal terjadinya letusan dahsyat di Selat Sunda.

Ledakan kecil ini kemudian disusul dengan letusan-letusan kecil yang puncaknya terjadi pada 26 hingga 27 Agustus 1883.

Gunung Krakatau tak sekedar meletus, seperti dikutip dari Discovery Channel, ia meledakkan diri hingga hancur berkeping-keping.

Letusan Krakatau kala itu memicu tsunami terdahsyat di kawasan Samudera Hindia -- hingga 26 Desember 2004. Ketinggian gelombangnya mencapai 40 meter dan menghancurkan desa-desa serta apa saja yang berada di pesisir pantai.

Tsunami tersebut timbul bukan hanya karena letusan tetapi juga longsoran bawah laut.

Suara erupsinya bahkan terdengar sampai di Alice Springs, Australia dan Pulau Rodrigues dekat Afrika, yang jaraknya 4.653 kilometer.

Sementara daya ledaknya diperkirakan mencapai 30.000 kali bom atom yang diledakkan di Hiroshima dan Nagasaki di akhir Perang Dunia II. Korban dilaporkan mencapai  36.417 orang, berasal dari 295 kampung kawasan pantai mulai dari Merak di Kota Cilegon hingga Cilamaya di Karawang, pantai barat Banten hingga Tanjung Layar di Pulau Panaitan (Ujung Kulon serta Sumatera Bagian selatan).

Di Ujungkulon, air bah masuk sampai 15 km ke arah barat. Keesokan harinya sampai beberapa hari kemudian, penduduk Jakarta dan Lampung pedalaman tidak lagi melihat matahari. Gelombang Tsunami yang ditimbulkan bahkan merambat hingga ke pantai Hawaii, pantai barat Amerika Tengah dan Semenanjung Arab yang jauhnya 7 ribu kilometer.

Letusannya juga menghancurkan Gunung Danan, Gunung Perbuwatan serta sebagian Gunung Rakata di mana setengah kerucutnya hilang. Tak hanya itu, cekungan selebar 7 km dan sedalam 250 meter pun terbentuk setelahnya.

Batu-batu apung dan abu vulkanik dengan volume 18 kilometer kubik terlempar dari dalam perut Gunung Krakatau. Semburan debu vulkanisnya mencapai 80 km.

Benda-benda keras yang berhamburan ke udara itu jatuh di dataran pulau Jawa dan Sumatera bahkan sampai ke Sri Lanka, India, Pakistan, Australia dan Selandia Baru.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dunia Pun Gelap...

Letusan Krakatau menyebabkan perubahan iklim global. Dunia pun sempat gelap selama dua setengah hari akibat debu vulkanis yang menutupi atmosfer.

Matahari bahkan bersinar redup sampai setahun berikutnya. Sementara hamburan debu tampak di langit Norwegia hingga New York.

Ledakan Krakatau ini sebenarnya masih kalah dibandingkan dengan letusan Gunung Toba dan Gunung Tambora di Indonesia, Gunung Tanpo di Selandia Baru dan Gunung Katmal di Alaska. Namun gunung-gunung tersebut meletus jauh pada masa ketika populasi manusia masih sangat sedikit.

Sedangkan ketika Gunung Krakatau meletus, populasi manusia sudah cukup padat, sains dan teknologi telah berkembang, telegraf pun sudah ditemukan, dan kabel bawah laut sudah dipasang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa saat itu teknologi informasi sedang tumbuh dan berkembang pesat.

Letusan Gunung Krakatau pun tercatat dalam sejarah sebagai bencana besar pertama di dunia setelah penemuan telegraf bawah laut. Kemajuan tersebut, sayangnya belum diimbangi dengan kemajuan di bidang geologi.

Para ahli geologi saat itu bahkan belum mampu memberikan penjelasan mengenai letusan Gunung Krakatau yang getarannya terasa sampai Eropa.

Menurut para peneliti di University of North Dakota, ledakan Krakatau bersama ledakan Tambora (1815) mencatatkan nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern. The Guiness Book of Records mencatat ledakan Krakatau sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam dalam sejarah.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.