Sukses

Ilmuwan Ungkap Sisi Gelap Robot Seks yang Kontroversial

Dalam waktu dekat, diperkirakan robot seks akan digunakan secara luas. Meski memiliki kegunaan, ilmuwan turut mengungkap sisi gelapnya.

Liputan6.com, Den Hague - Robot seks diperkirakan dalam waktu dekat bisa digunakan untuk merawat lansia di rumah perawatan dan membantu pasangan menikmati hubungan seksual jarak jauh, demikian menurut Foundation for Responsible Robotics (FRR).

Hingga saat ini, terdapat empat produsen pembuat boneka robot mirip manusia kehidupan di seluruh dunia. Namun para ahli memprediksi bahwa dalam beberapa puluh tahun mendatang, robot seks tersebut dapat tersebar luas dan bisa digunakan untuk terapi seksual dan teman bagi mereka yang kesepian, mengalami disabilitas, atau orang paruh baya.

Profesor Emeritus Robotika dan Kecerdasan Buatan di Universitas Sheffield dan pendiri FRR, Noel Sharkey, mengatakan bahwa sekarang sudah saatnya pemerintah dan masyarakat memutuskan untuk mengatur robot pemberi kepuasan itu.

"Saya memberitahu Anda bahwa robot pasti akan datang," ujar Sharkey pada saat peluncuran laporan konsultasi di London seperti dikutip dari The Guardian, Rabu (5/7/2017).

"Orang-orang menertawakan robot itu, tapi sebenarnya banyak yang telah memesannya dan kita akan melihatnya lebih banyak lagi.

"Mereka diusulkan untuk menemani orang tua yang berada di rumah perawatan, yang menurut saya kontroversial. Jika Anda menderita Alzheimer berat, Anda benar-benar tidak dapat membedakannya."

"Sebagai masyarakat, kita perlu memikirkan apa yang ingin kita lakukan mengenai hal itu," kata Sharkey.

Laporan tersebut menemukan bahwa sekitar 67 persen pria dan 30 persen wanita mendukung penggunaan robot seks.

Rumah bordil yang menyediakan boneka sebagai pekerjanya sudah beroperasi di Korea Selatan, Jepang, dan Spanyol. Sementara itu pada tahun lalu, kedai kopi seks oral pertama dibuka di Paddington, London.

Saat ini benda tersebut berkisar di harga antara 4.000 hingga 12.000 pound sterling dan dapat disesuaikan jenis kelamin, tinggi badan, warna rambut, warna mata, dan kepribadiannya. Bahkan saat ini perusahaan juga mulai menggabungkan kecerdasan buatan, sehingga robot bisa berkomunikasi dan merespons emosi manusia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sisi Gelap Robot Seks

Meski memiliki beberapa manfaat, para penulis memperingatkan bahwa robot seks menimbulkan pertanyaan moral dan etis yang serius dan perlu ditangani.

Mereka memperingatkan bahwa para penggunaannya bisa menjadi orang yang terisolasi secara sosial. Bahkan mereka bisa kecanduan mesin yang tidak pernah bisa menggantikan kontak manusia sejati.

"Ini sangat menyedihkan karena hanya menyediakan hubungan satu arah," kata Sharkey.

"Jika orang sudah terikat dengan robot itu, akan sangat mengkhawatirkan. Anda mencintai sebuah benda yang tidak bisa mencintai Anda kembali."

Produsen boneka seks asal Jepang Trottla juga mulai menjual boneka di bawah umur untuk para pedofil. Perusahaan itu diciptakan oleh seseorang yang mengaku pedofil, Shin Takagi, dan mengklaim bahwa dirinya tidak pernah melukai seorang anak pun karena menggunakan boneka tersebut.

Meskipun beberapa ahli mengklaim bahwa robot semacam itu dapat mencegah pelecehan seksual terhadap wanita dan anak-anak, laporan tersebut memperingatkan bahwa hal itu dapat memperburuk masalah.

Ilustrasi robot seks (AFP)

Profesor Filsafat dan ahli etika robot Patrick Lin dari Politeknik California mengatakan, mengobati pedofil dengan robot seks anak-anak adalah ide yang meragukan dan menjijikkan.

Selain itu, ada kekhawatiran khusus bahwa robot seks dapat memperkuat objektivitas pada perempuan. Mereka menyebut, robot seks perempuan akan didasarkan pada representasi yang dikumpulkan dari pornografi.

Menurut asisten profesor dalam bidang etika dan teknologi di Technical University of Delft dan co-director FRR, Aim van Wynsberghe, hal tersebut bisa mempengaruhi interaksi antarmanusia.

"Robot seks adalah studi kasus yang menarik...," kata Wynsberghe seperti dilansir The Guardian.

"Kita berinteraksi dengan robot yang dapat dipersonalisasi (sesuai keinginan pengguna)...Apakah itu berarti kita tidak ingin berinteraksi dengan manusia lagi karena lebih mudah berbicara dengan robot atau lebih mudah terlibat dalam kepuasan seksual dengan robot itu?" ujar Wynsberghe.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini