Sukses

AS Sebut China Negara Terburuk Perdagangan Manusia, Indonesia?

China, Rusia, Suriah, Iran disebut oleh Kemlu AS sebagai negara terburuk untuk isu perdagangan manusia. Bagaimana dengan Indonesia?

Liputan6.com, Washington, DC - Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat merilis hasil kajian tahunan yang membahas isu perdagangan manusia di dunia. Rilis itu mengkaji tentang negara yang diklaim oleh AS memiliki aktivitas perdagangan manusia terburuk di mancanegara.

Rilis tahunan itu bernama 'Trafficking in Persons Report (TIP) 2017, US State Department'. Sejumlah negara yang masuk dalam kategori kualitas terburuk menurut rilis tersebut di antaranya meliputi China, Rusia, Suriah, dan Iran. Demikian seperti yang turut diwartakan oleh CNN, Rabu (28/6/2017).

Kemlu AS mengklaim TIP sebagai 'laporan paling komprehensif mengenai upaya yang dilakukan pemerintah berbagai negara terkait isu anti-perdagangan manusia'.

Salah satu hasil kajian TIP adalah pengkategorisasian -- berdasarkan tingkatan tinggi-rendahnya -- berbagai negara berdasarkan upaya mereka untuk mengeliminasi fenomena perdagangan manusia.

Pengkategorisasian itu mengacu pada ketentuan yang diatur dalam 'Protocol to Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, especially Women and Children', yang merupakan suplemen untuk Convention against Transnational Organised Crime buatan PBB pada 2000.

Di Tier 1 atau tingkatan pertama merupakan kategori negara yang memiliki upaya terbaik untuk menghapuskan perdagangan manusia. Sedangkan Tier 3 merupakan yang terburuk.

Menurut laporan itu, jika sejumlah negara di Tier 3 terus memaksimalkan upaya penghapusan human trafficking, mereka layak untuk naik ke tingkatan yang lebih tinggi, ke 'Tier 2 Watch List', Tier 2, hingga ke Tier 1.

Sebaliknya, jika sejumlah negara di Tier 1 mengendurkan upaya penghapusan human trafficking --dan diikuti peningkatan kuantitas kasus perdagangan manusia, maka status mereka akan turun ke level yang lebih rendah.

Sementara itu, ada sejumlah kategori khusus, yakni 'Tier 2 Watch List' dan 'Special Case'.

'Tier 2 Watch List' digunakan untuk memperingatkan negara yang telah berada di Tier 2 selama bertahun-tahun, namun tidak melakukan upaya yang cukup maksimal dalam rangka penghapusan human trafficking.

Jika dalam waktu dua tahun sebuah negara masih menyandang status 'Tier 2 Watch List', maka yang bersangkutan akan diturunkan ke level Tier 3.

Sedangkan 'Special Case' digunakan untuk menyebut negara dengan kasus khusus, yakni Libya, Somalia, dan Yaman.

Menurut laporan TIP, "China tidak memenuhi ketentuan standar minimum maupun melakukan upaya yang signifikan untuk menghapuskan fenomena perdagangan manusia. Maka, negara itu yang semula berada di Tier 2, diturunkan menjadi Tier 3, tingkatan terendah."

Berdasarkan laporan TIP 2017, China dan sejumlah warga negaranya, terlibat dalam aktivitas seputar perdagangan manusia dan perbudakan moderen. Aktivitas itu meliputi, jual-beli manusia (anak, perempuan, dan laki-laki), tenaga kerja paksa, perdagangan dan eksploitasi manusia untuk kepentingan seksual, serta sistem kerja paksa yang disponsori pemerintah.

Saat memberikan pidato ulasan terkait TIP pada Selasa 28 Juni 2017 di Washington DC, Menteri Luar Negeri Rex Tillerson menilai bahwa China tidak melakukan upaya serius untuk menghentikan trafficking.

"China masuk ke Tier 3 karena tidak mengambil langkah serius untuk menghapus perdagangan manusia. Termasuk, isu pekerja paksa Korea Utara yang berada di Tiongkok," ujar Menlu Tillerson.

Menlu AS itu juga berharap agar seluruh pihak, termasuk korban dan penyintas perdagangan manusia, mampu berpartisipasi dalam melawan kejahatan tersebut.

"Harapan kami adalah agar abad ini adalah masa terakhir untuk fenomena perdagangan manusia. Itu adalah salah satu komitmen kami," tambah Tillerson.

Salah satu penasihat Gedung Putih, Ivanka Trump, sependapat dengan komitmen Tillerson. Anak Presiden AS Donald Trump itu menjelaskan bahwa, "penghapusan perdagangan manusia adalah prioritas pemerintahan Trump."

Sementara itu, pihak Kemlu China merespons TIP. Meski menolak hasil kajian Kemlu AS, namun pemerintah Tiongkok tetap bertekad untuk menghapuskan perdagangan manusia.

"Kami menolak penilaian AS terhadap negara lain yang dibuat berdasarkan pertimbangan hukum domestik mereka. Akan tetapi, kami bertekad untuk melawan trafficking dan bekerjasama dengan negara lain untuk isu tersebut," jelas juru bicara Kemlu China, Lu Kang.

 

 

Saksikan juga video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Bagaimana dengan Indonesia?

Di sisi lain, Indonesia masuk dalam kategori Tier 2 menurut TIP 2017. Posisi Tanah Air mengalami stagnasi sejak 2010.

"Pemerintah Indonesia belum memenuhi standar minimum upaya penghapusan trafficking. Namun, mereka melakukan langkah yang signifikan," jelas laporan yang ditulis oleh TIP 2017 tentang hasil kajiannya mengenai Indonesia.

Mereka menunjukkan langkah nyata dibanding tahun sebelumnya, dengan mempidanakan sejumlah pelaku perdagangan manusia, pengembangan SDM sistem peradilan pidana yang menangani kasus trafficking, peningkatan kesadaran dan pemberdayaan komunitas, serta membentuk skema dan mekanisme prosedur identifikasi korban," tambah laporan tersebut.

Laporan itu juga mengapresiasi upaya Kepolisian RI dalam membentuk Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Manusia 2015 - 2019.

Menurut TIP 2017, Indonesia masih memiliki sejumlah kelemahan dalam memerangi human trafficking, mulai dari minim-nya kapabilitas SDM peradilan pidana untuk menangani kasus perdagangan manusia, banyaknya kasus imigrasi dan emigrasi ilegal yang menyulut kasus trafficking, sistem kebijakan nasional yang kurang mumpuni, hingga masalah korupsi.

Menurut saran yang diberikan oleh TIP 2017, Tanah Air diminta untuk menggiatkan penanganan kasus dan pelaku perdagangan manusia, meningkatkan koordinasi antar lembaga domestik dan internasional, pemberdayaan SDM sistem peradilan pidana, hingga pembuatan kebijakan nasional anti-perdagangan manusia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.