Sukses

NSA Sebut Rusia Melakukan Peretasan Jelang Pilpres AS 2016

Sebuah laporan intelijen NSA yang dipublikasikan oleh sebuah media menyebut Rusia melakukan peretasan jelang Pilpres AS 2016.

Liputan6.com, Washington, DC - Sebuah laporan intelijen asal Amerika Serikat menunjukkan bahwa peretas Rusia menyerang salah satu perusahaan penyedia perangkat lunak komputer yang digunakan untuk Pilpres AS 2016. Berdasarkan laporan intelijen tersebut, peretasan itu terjadi sehari sebelum pelaksanaan pemungutan suara Pilpres AS 2016.

Laporan intelijen tersebut berasal dari National Security Agency (NSA, lembaga intelijen kriptografi AS) dan dipublikasikan oleh media The Intercept pada 5 Mei 2017, demikian seperti yang diwartakan oleh Associated Press (6/6/2017). The Intercept merupakan sebuah media publikasi daring yang pernah mempublikasikan data NSA yang dibocorkan oleh Edward Snowden pada 2013.

Namun, The Intercept tidak menjelaskan apakah peretasan oleh Rusia tersebut berdampak pada hasil pilpres 2016 secara krusial. Namun, The Intercept menjelaskan bahwa intelijen militer Rusia meretas sebuah perusahaan perangat lunak yang digunakan untuk Pilpres AS 2016 dan sejak Oktober 2016 mengirim e-mail berisi data rahasia kepada lebih dari 100 individu yang terlibat dalam proses pemilu.

Lembaga Kriptografi AS, NSA, dan Komunitas Intelijen Negeri Paman Sam menolak untuk memberikan komentar terkait informasi tersebut.

Seperti yang dikutip oleh Associated Press, data informasi tersebut menjelaskan bahwa "Intelijen militer Rusia melaksanakan operasi spionase siber terhadap sebuah firma AS pada Agustus 2016. Mereka terbukti memperoleh informasi dari sebuah firma software dan hardware (perangkat keras komputer) untuk pilpres".

Aktor peretasan juga diyakini menciptakan sebuah akun e-mail untuk melakukan spear phishing (mengirim e-mail berantai) kepada individu dan organisasi pemerintah lokal AS.

"Terakhir, para aktor membuat sebuah akun palsu, agar seolah-olah meniru lembaga yang sah," tambah data informasi yang dipublikasikan oleh The Intecept seperti yang dikutip oleh Associated Press.

Informasi itu justru menggambarkan aktivitas peretasan Rusia yang melebihi kapasitas dari hasil penilaian Komunitas Intelijen AS pada Januari 2017 lalu. Menurut hasil penilaian Januari lalu, Komunitas Intelijen menilai bahwa Rusia hanya melakukan penerobosan akses terhadap sejumlah basis data elektoral pilpres dan dianggap tidak terlibat krusial dalam proses pemungutan suara.

Seperti yang dilansir oleh Associated Press, The Intercept sempat menghubungi NSA dan kantor Direktur Intelijen AS untuk memperoleh dokumen hasil penilaian Komunitas Intelijen AS Januari 2017 tersebut. Akan tetapi, NSA dan kantor Direktur Intelijen AS menyebut bahwa dokumen hasil penilaian tersebut tidak untuk dipublikasikan dan bukan untuk konsumsi publik.

Hingga kini, sejumlah pihak --termasuk media dan kantor berita-- tengah mendalami laporan informasi yang dipublikasikan oleh The Intercept tersebut.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perempuan Muda Diduga Bocorkan Data NSA

Yang menarik, sehari sebelum The Intercept memublikasikan data intelijen tersebut, tepatnya pada 5 Juni 2017, Kementerian Kehakiman AS mengumumkan telah mendakwa seorang perempuan yang bekerja sebagai kontraktor intelijen untuk pemerintah atas tuduhan 'pembocoran data intelijen rahasia' kepada sebuah media daring.

Berdasarkan keterangan dari Kementerian Kehakiman, terdakwa membocorkan data intelijen pada 5 Mei 2017. Tanggal tersebut bersamaan dengan publikasi daring The Intercept mengenai data NSA yang berisi informasi tentang peretasan Rusia terhadap firma software AS saat pilpres 2016.

Perempuan itu bernama Reality Leigh Winner, berusia 25 tahun, dari Augusta, Georgia. Menurut laporan Pengadilan Distrik Federal AS, Winner menyalin dokumen rahasia dan menyerahkannya kepada reporter media yang tidak disebutkan namanya.

Jaksa tidak menyebut lembaga tempat Winner bekerja, juga tidak menjelaskan media mana yang dipilih perempuan tersebut untuk memublikasikan data rahasia yang ia peroleh.

Akan tetapi, agen FBI bernama Justin Garrick menulis pernyataan bahwa perempuan 25 tahun itu pernah bertugas di dinas intelijen untuk Angkatan Udara AS. Justin Garrick merupakan agen FBI yang menerima laporan dan mengusut kasus tentang pembocoran data yang dilakukan oleh Winner dan lima orang lain yang terlibat dalam peristiwa tersebut.

Pengacara Winner, Titus Thomas Nichols, menolak untuk mengonfirmasi apakah kasus tersebut berkelindan dengan kasus NSA. Nichols juga menolak menyebutkan lembaga tempat Winner bekerja.

"Klien saya tidak memiliki sejarah (kriminal), jadi ia tidak memiliki pola untuk melakukan hal seperti ini sebelumnya. Dia orang yang sangat baik. Semua kegilaan ini terjadi tiba-tiba," kata Nichols dalam sebuah wawancara telepon pada hari Senin kepada Associated Press.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.