Sukses

Bos Microsoft: Teror Ransomware WannaCry Bak AS Kehilangan Misil

Teror Ransomware WannaCry telah menginfeksi 200.000 komputer di 150 negara yang hingga saat ini belum diketahui siapa pihak di baliknya.

Liputan6.com, Seattle - Serangan ransomware WannaCry yang membuat kerusakan di sejumlah negara selama akhir pekan, harus menjadi peringatan bagi pemerintah, demikian disampaikan Presiden Microsoft, Brad Smith.

Ransomware adalah malware yang dapat mengunci dan mengenskripsi seluruh file komputer. Enkripsi tersebut bisa ditebus dengan mengirimkan sejumlah uang kepada pemilik virus.

Menurut Smith, serangan itu merupakan contoh mengapa penimbunan kerentanan perangkat lunak oleh pemerintah merupakan sebuah masalah.

"Pemerintah harus menanggapi serangan ini sebagai sebuah peringatan," ujar Smith. "Kita membutuhkan pemerintah untuk mempertimbangkan kerusakan yang diderita masyarakat, yang berasal dari penimbunan kerentanan."

"Serangan itu sama seperti militer AS kehilangan misil Tomahawk--misil kendali jarak jauh Amerika Serikat," imbuh Smith.

Dikutip dari The Guardian, Senin (15/5/2017), ahli keamanan siber mengatakan, penyebaran WannaCry itu telah berangsur melambat. Namun jenis worm terbaru diperkirakan akan dilepas oleh pemilik virus.

Penyelidikan terhadap serangan teror ransomware WannaCry masih dalam tahap awal, dan atribusi terhadap serangan siber dinilai sangat sulit.

Presiden AS Donald Trump pada 12 Mei malam telah memerintahkan penasihat keamanan dalam negerinya, Tom Bosser, mengadakan pertemuan darurat untuk menaksir ancaman global itu.

Pejabat kemanan nasional senior AS mengadakan rapat lainnya di Gedung Putih pada 13 Mei. Sementara itu FBI dan NSA bekerja sama untuk membantu mengurangi kerusakan dan mengindentifikasi pelaku serangan.

NSA diyakini telah mengembangkan alat peretas yang bocor secara online pada April lalu dan digunakan sebagai katalis serangan ransomware.

Pejabat keamanan di seluruh dunia saat ini sedang berupaya menemukan orang di balik serangan ransomware yang menginfeksi 200.000 komputer di setidaknya 150 negara.

Badan penegak hukum Uni Eropa, Europol mengatakan bahwa serangan tersebut kian memuncak dan memprediksi bahwa korban ransomware akan meningkat saat orang-orang kembali bekerja di hari Senin.

"Saat ini, kita sedang menghadapi ancaman yang meningkat. Angkanya bertambah banyak, saya khawatir angka tersebut akan terus bertambah saat orang bekerja dan menghidupkan mesinnya pada Senin pagi," ujar Direktur Europol, Rob Wainwright, kepada ITV.

Senin diprediksi akan menjadi hari dengan paling banyak laporan serangan, terutama di Asia yang belum mengalami dampak terburuk.

"Saya memprediksi mendengar laporan lebih banyak pada Senin, ketika pengguna kembali ke kantor dan mungkin jatuh terhadap email phising, atau cara lain di mana worm dapat tersebar," ujar peneliti keamanan asal Singapura, Christian Karam.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.