Sukses

Uji Coba Nuklir Korut Bisa Picu Letusan Dahsyat Gunung Ini?

Ledakan akibat uji coba senjata nuklir Korut bisa memicu letusan Gunung Paektu. Malapetaka bisa terjadi.

Liputan6.com, New York - Setidaknya sudah lima kali Korea Utara menggelar uji coba senjata nuklir: pada 2006, 2009, 2013, dan dua kali pada 2016.

Dikhawatirkan, rezim Kim Jong-un akan segera menjalankan uji coba nuklir keenam, di tengah ketegangan yang memuncak di Semenanjung Korea.

Jika dilakukan, hal tersebut tak hanya bikin dunia ketar-ketir, ledakan akibat ulah rezim Pyongyang ternyata juga bisa mengirimkan sentakan energi di bawah Bumi, yang diperkirakan bisa memicu letusan gunung berapi yang berada di perbatasan Korut dan China.

Bruce Bennett, analis pertahanan senior di Rand Corporation mengkhawatirkan, ledakan akibat uji coba senjata nuklir Korea Utara bisa memicu letusan Gunung Paektu (Baekdu) -- yang oleh warga China disebut sebagai Changbaishan.

Letak gunung itu berada di perbatasan China dan Korea Utara. "Itu bisa jadi sebuah erupsi besar, yang bisa membunuh setidaknya ribuan -- jika tak bisa dikatakan puluhan ribu -- orang di perbatasan Tiongkok-Korut," kata Bennett seperti dikutip dari CNN, Selasa (2/5/2017).

"Kita tidak tahu apakah sebuah ledakan nuklir yang lebih besar akan memicu letusannya. Namun, itu mungkin terjadi," tambah dia. "Warga China selama bertahun-tahun mengkhawatirkan ambisi Kim Jong-un akan memicu erupsi."

Sekitar 1,6 juta orang tinggal dalam radius 100 kilometer dari Gunung Paektu, demikian menurut Global Volcanism Program, Smithsonian.

Letak gunung itu hanya 115 hingga 130 kilometer dari Punggye-ri, situs uji nuklir Korut.

Gunung Bereputasi Mistis

Foto Kim Jong-il saat mendaki Gunung Paektu (AFP)

Gunung Paektu memiliki arti penting dalam sejarah kuno Korea. Lokasi itu diyakini menjadi tempat lahir Dangun, sang pendiri kerajaan pertama.

Propaganda Korut juga menyebut, Kim Jong-il lahir pada 16 Februari 1942, di kamp rahasia pasukan pemberontak yang dipimpin ayahnya, Kim Il-sung, di dekat Gunung Paektu.

Namun, tak banyak informasi yang didapat dari gunung tersebut dari perspektif ilmiah. Akses menuju ke sana sulit akibat kebijakan isolasi Korut dari dunia.

Meski demikian, aktivitas seismik dari 2002 hingga 2005 -- yang  diduga disebabkan magma yang naik -- memicu upaya untuk melakukan studi di gunung tersebut.

"Relatif sedikit yang kita ketahui tentang sistem magma di dalam Paektu," kata Dr. Amy Donovan, dosen Geography and Environmental Hazards di King's College London.

"Kita hanya tahu sedikit tentang ukuran, kondisi atau kedalaman kamar magma di Paektu. Itu berarti kami tak bisa melakukan permodelan terkait itu."

Kepada CNN, Donovan berpendapat, uji nuklir dengan kekuatan serupa yang dilakukan Korut baru-baru ini, yang diyakini 10 kiloton, tak akan memicu letusan Paektu,

Ambisi Korea Utara Punya Senjata Nuklir (Triyasni/Liputan6.com)

Dibutuhkan kekuatan nuklir 50 hingga 100 kiloton untuk memicu malapetaka tersebut.

Donovan adalah bagian dari tim ilmuwan internasional, termasuk dari Korut, yang melakukan studi terhadap Paektu sejak peningkatan aktivitas seismik sejak tahun 2000-an.

Anggota tim yang lain, Dr. Kayla Iacovino, ahli dari Arizona State University mengatakan, dalam pengertian umum sebuah bom nuklir mungkin bisa memicu erupsi. Namun, kajian ilmiah itu masih dalam tahap awal.

"Volkanologi adalah ilmu yang masih muda. Dan gunung ini (Paektu) sangar istimewa karena sulit diakses dan dipelajari," kata Iacovino.

Menurut Iacovino, Paektu memang aktif, namun tak ekstrem. Gunung itu meletus pada 1903, demikian menurut Global Volcanism Program.

Pada tahun 946 Masehi, erupsi Gunung Paektu melontarkan 96 kilometer kubik material ke angkasa (Wikipedia)

Namun, erupsinya pada tahun 946 Masehi disebut "Millennium Eruption" -- yang diyakini sebagai salah satu yang terbesar dalam sejarah.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Efek Letusan Lebih Mengerikan dari Nuklir Korut

Erupsi terakhir Paektu terjadi ribuan tahun lalu -- yang terbesar  kedua yang tercatat dalam sejarah manusia, setelah letusan Gunung Tambora di Indonesia pada 1815.

Gunung tersebut belakangan menunjukkan tanda-tanda bangkit. Jika  itu sampai terjadi, akibatnya bisa katastropik.

"Jika sampai erupsi, dampaknya akan dirasakan Korea dan China,"  kata James Hammond dari University of London, salah satu ilmuwan yang terlibat dalam penelitian gunung, seperti dikutip dari situs sains New Scientist.

Pihak China dan Korea terus memonitor Paektu secara lebih dekat  sejak tonjolan misterius terlihat di dalam dan sekitar gunung antara tahun 2002 dan 2005. Penelitian GPS menunjukkan ada deformasi tanah, peningkatan emisi gas, dan gemuruh seismik.

Gunung Paektu terletak di perbatasan Korut dengan Tiongkok (Wikipedia)

Pada tahun 946 Masehi, erupsi Gunung Paektu, gunung tertinggi di Korea, melontarkan 96 kilometer kubik material ke angkasa, 30 kali lipat dari lontaran Vesuvius yang mengubur Pompeii pada tahun 79 Masehi.

Kala itu Vesuvius melontarkan 3,3 kilometer kubik material.

Meski dari ukuran dan dampak erupsinya, hanya sedikit yang diketahui tentang gunung yang dianggap 'keramat' ini.

Tonjolan misterius terlihat di dalam dan sekitar Gunung Paektu antara 2002 dan 2005 (Wikipedia)

Hammond dan peneliti lain dari Barat diundang ke Korut pada 2011, untuk memasang 6 seismometer dalam jarak 60 kilometer dari gunung tersebut -- untuk mendeteksi gelombang seismik dari gempa bumi di tempat lain di dunia yang melewati tanah di bawah Paektu.

Gelombang seismik merambat pada kecepatan yang berbeda melalui batuan padat dan cair, memberikan informasi pada para ilmuwan terkait apa yang ada di bawah gunung tersebut.

Hasilnya menunjukkan bahwa memang ada magma yang luas di bawah gunung berapi. "Itu adalah campuran lembek dari batuan dan kristal yang mencair yang turun menembus kerak yang dalamnya sekitar 35 kilometer," kata Hammond.

Meski demikian belum ada kolam magma cair yang terbentuk dekat permukaan -- yang dianggap gejala awal letusan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.