Sukses

'Surat Cerai' Inggris Sampai di Tangan Uni Eropa

Uni Eropa secara resmi sudah menerima surat permohonan pencabutan keanggotaan Inggris dari organisasi kawasan itu.

Liputan6.com, London - Perdana Menteri Inggris Theresa May secara resmi memulai proses perceraian negaranya dari Uni Eropa (UE) atau dikenal pula dengan julukan Brexit -- British Exit. Britania Raya telah 44 tahun menjadi anggota organisasi kawasan beranggotakan 28 negara tersebut.

Surat pemberitahuan resmi penarikan diri Britania Raya disampaikan langsung oleh Duta Besar Inggris untuk UE Tim Barrow kepada Presiden UE Donald Tusk pada Rabu waktu setempat. Demikian seperti dilansir Al Jazeera, Kamis, (30/3/2017).

Hengkangnya Inggris, salah satu anggota utama di organisasi tersebut dinilai menyebabkan destabilisasi bagi UE yang tengah berjuang menghadapi gelombang sentimen nasionalis dan populis. Namun bagi Inggris sendiri, kondisinya disebut akan jauh lebih kacau.

Ke depan, Inggris belum dapat memastikan akan seperti apa hubungan mereka dengan UE termasuk urusan bisnis, pendidikan, dan sebagainya. Sebelumnya, tepatnya sejak Inggris bergabung dengan Masyarakat Ekonomi Eropa pada tahun 1973 hal-hal tersebut telah diatur.

Dalam pidatonya di Gedung Parlemen bertepatan dengan hari pengiriman surat pengunduran diri Inggris dari UE, PM May mendesak seluruh elemen bersatu untuk memulai "perjalanan penting".

"Kita adalah rakyat dan negara berserikat yang besar dengan sejarah membanggakan dan masa depan cerah. Dan, sekarang keputusan telah dibuat untuk meninggalkan UE, saatnya semua bersatu," ujar PM May.

Di hadapan anggota parlemen, May menegaskan ia ingin mewakili setiap warga Inggris bahkan warga UE dalam proses negosiasi Brexit. PM Inggris itu mengakui bahwa "perceraian" ini memiliki konsekuensi dan disampaikannya, Inggris menerima bahwa prosesnya tidaklah akan mudah.

Menanggapi "surat cerai" yang dikirimkan Inggris, Presiden UE Donald Tusk mengatakan, "tidak ada alasan untuk berpura-pura bahagia hari ini".

"Kami sudah kehilangan Anda (Inggris)," ungkapnya seraya menambahkan tidak ada yang menang dalam hal ini dan sekarang saatnya untuk fokus pada dampak Brexit.

Keputusan Inggris untuk berpisah dari UE dicapai pada Juni 2016 lalu melalui sebuah referendum. Setidaknya 52 persen warga mendukung Brexit, sementara 48 persen lainnya masih ingin jadi warga UE.

PM May telah berjanji akan membawa Inggris keluar dari pasar tunggal UE, namun di lain sisi ia mengatakan akan menegosiasikan sebuah perjanjian yang membuat hubungan perdagangan dengan UE "tetap dekat". May juga berkomitmen untuk membangun pemerintahan Britania Raya yang kuat, yang akan mengontrol perbatasan dan hukumnya sendiri".

Menteri Urusan Brexit, David Davis mengatakan, Inggris "di ambang negosiasi terpenting" bagi negara itu juga generasinya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tantangan

Parlemen Inggris akhirnya memutuskan mendukung surat pengunduran diri negara itu dari UE setelah sebelumnya mengalami perdebatan panjang selama enam minggu.

Sementara itu, UE disebut-sebut akan memberikan respons pertamanya atas surat Inggris pada Jumat waktu setempat. Berikutnya, akan digelar pertemuan tingkat kepala negara pada 29 April untuk mengadopsi pedoman proses ini sebelum akhirnya perundingan resmi dimulai.

Prioritas utama UE adalah mengelola nilai surat utang Inggris, yang diperkirakan berkisar antara 55 hingga 60 miliar euro. Ini dinilai sebagai "pergumulan" awal yang menentukan sisa negosiasi lainnya.

Kedua belah pihak juga mengatakan, mereka tertarik untuk menyelesaikan status lebih dari tiga juta warga Eropa yang tinggal di Inggris. Begitu juga sebaliknya, sekitar satu juga ekspatriat Inggris yang bermukim di UE.

Baik, Inggris dan UE juga berkepentingan untuk memastikan, Brexit tidak memperburuk ketegangan di Irlandia Utara, sebuah kawasan rentan gejolak, mengingat wilayah ini akan menjadi perbatasan Inggris dengan seluruh negara-negara Eropa.

Inggris juga ingin mencapai perjanjian perdagangan bebas baru dalam jangka dua tahun. Meski di lain sisi, diakui bahwa kesepakatan transisi mungkin diperlukan agar memungkinkan Inggris beradaptasi dengan realitas baru.

Tak dipungkiri, para pebisnis gelisah dengan keputusan PM May untuk meninggalkan pasar tunggal Eropa, sebuah kawasan perdagangan bebas yang terdiri dari 500 juta orang. Sektor lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi jadi momok bagi mereka.

Saat ini, UE bertekad untuk mempertahankan persatuannya sehingga tidak mendorong negara-negara lain mengikut jejak Inggris.

Ada kekhawatiran, dengan berbagai tantangan kemungkinan negosiasi Brexit tidak akan berjalan mulus. Pada akhirnya, Inggris akan dipaksa keluar dari UE tanpa satu pun kesepakatan.

Jika hal tersebut terjadi, maka dinilai akan merugikan dua belah pihak menyusul akan terciptanya hambatan perdagangan.

May pernah mengatakan, "tak ada kesepakatan lebih baik dibandingkan kesepakatan yang buruk". Ia kini mendapat dukungan dari kelompok pro-Brexit garis keras di Partai Konservatif -- yang selama berpuluh tahun menginginkan perceraian Inggris dari UE.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini