Sukses

Balas Dendam, Turki Larang Dubes Belanda Kembali ke Ankara

Adapun Duta Besar Belanda memang sementara waktu tidak berada di Ankara, sementara posisinya tengah digantikan oleh charge d'affair

Liputan6.com, Ankara - Hubungan Turki dan Belanda masih memanas. Kali ini, negara yang dipimpin oleh Presiden Recep Tayyip Erdogan melarang duta besar Negeri Kincir Angin untuk kembali ke Ankara.

Adapun Duta Besar Cornelis van Rij memang sementara waktu tidak berada di Ankara, sementara posisinya tengah digantikan oleh charge d'affaires.

Larangan itu diumumkan oleh Wakil Perdana Menteri Numan Kurtulmus yang juga menambahkan sejumlah diskusi tingkat tinggi antara dua negara dihentikan.

"Kami tidak akan memperbolehkan pesawat yang membawa Dubes Belanda, diplomat dan perwakilan untuk mendarat di Turki atau menggunakan wilayah udara kami," kata Kurtulmus.

Langkah ini diambil oleh Turki setelah Belanda melarang pesawat yang ditumpangi Menlu Turki untuk mendarat. Menlu Mevlut Cavusoglu dijadwalkan akan berkampanye di depan diaspora Turki di Negeri Tulip pada akhir pekan lalu.

Geram dengan tindakan Belanda, Presiden Erdogan menyebut negara itu 'sisa Nazi'.

Sementara PM Mark Rutte menuntut permintaan maaf Erdogan terkait Nazi dan mengatakan pernyataan itu tidak dapat diterima.

Kedubes Belanda di Ankara dipagari barikade polisi Turki (AP)

Menlu Cavusoglu sendiri meminta jawaban dari pemerintah Belanda mengapa mereka melarangnya masuk.

"Memangnya saya teroris? Apakah warga Turki yang tinggal di negara Belanda semuanya teroris?" kata Cavusoglu seperti dikutip dari CNN, Selasa (14/3/2017).

Cavusoglu mengatakan sejauh ini ia tak mendapat penjelasan dari Belanda terkait larangan iitu.

"Apakah warga Turki di Belanda ada yang diradikalisasi? Mereka bilang tidak. Jadi masalah keamaman apa? Mereka tak memberikan saya jawaban detil. Saya ini menteri luar negeri Turki. Bukan teroris," tambahnya.

Cavusoglu menduga larangan itu karena meningkatnya rasisme, Islamofobia dan xenofobia di Belanda dan negara-negara Eropa lainnya.

Dia juga mengatakan Belanda dan negara-negara Eropa lainnya ingin "menghambat" kampanye 'Yes' untuk referendum konstitusi Turki yang akan diselenggarakan pada 16 April

Kemenangan referendum memberikan kekuatan baru untuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.

Cavusoglu mengunjungi Rotterdam untuk menggalang dukungan di kalangan ekspatriat Turki di Belanda, yang dapat memberikan suara dalam referendum.

Travel Warning

Pada Senin 13 Maret 2017, kementerian luar negeri Belanda mengeluarkan travel warning. Mereka meminta warga Belanda di Turki untuk berhati-hati terkait dengan tensi diplomatik yang meningkat.

Travel Warning itu datang dua hari sebelum pemilu diadakan di Belanda.

Adapun PM Belanda Mark Rutte mengatakan keamanan menjelang pemilu di negerinya menjadi perhatian lebih. Oleh karena itu, negaranya melarang kampanye Turki di negaranya.

Negara-negara Eropa memang serentak melarang para pejabat Turki untuk menggelar kampanye dengan diasporanya di negara mereka. Jerman, Belanda, Austria dan rencananya Paris mengatakan kampanye akan meningkatkan tensi di dalam negeri mereka sendiri.

Di Jerman misalnya, ada lebih dari 3 juta warga Turki, di mana 1,4 juta diantaranya berhak untuk memilih dalam refendum. Jerman merupakan diaspora terbanyak Turki dan merupakan distrik elektoral terbesar keempat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini