Sukses

Swedia Alami Kerusuhan, Pidato Donald Trump Terbukti Benar?

Swedia alami kerusuhan, padahal sehari sebelumnya pemerintah menolak pernyataan Donald Trump bahwa negerinya bernasib sama dengan Jerman.

Liputan6.com, Stockholm. - Kepolisian Swedia melakukan penyelidikan atas kerusuhan yang terjadi di Rinkbey, kawasan pinggiran ibu kota Stockholm.

Sekitar 10 anak muda memakai penutup wajah pada Senin, 22 Februari 2017 malam, melempari polisi dengan batu setelah seorang tersangka pengedar narkotika ditangkap.

Para perusuh juga memecahkan jendela sejumlah toko dan membakar beberapa mobil di sekitar tempat kejadian, sementara seorang wartawan foto dilaporkan dipukuli.

Polisi terpaksa menembakkan gas air mata ketika para perusuh melempari petugas dengan batu.

Salah satu petugas terpaksa menembakkan senjatanya ke salah seorang perusuh. Ini adalah insiden yang jarang terjadi di Swedia.

Namun, tak dilaporkan ada yang terkena luka tembak.

"Situasi seperti ini tidak sering terjadi, namun disayangkan ketika harus terjadi," kata juru bicara polisi, Lars Bystrom, seperti dikutip dari BBC, pada Kamis (23/2/2017).

Insiden kekerasan ini terjadi setelah kehebohan yang diakibatkan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang menyebut soal Swedia dalam pidatonya pada pekan lalu.

Dalam pidatonya di hadapan pendukungnya di Florida, Presiden Trump menyebut Swedia akan bernasib sama menghadapi serangan teroris seperti yang dialami Prancis, Belgia, dan Jerman.

"Kita harus mengamankan negara kita," ujar Trump dalam pidatonya pada 18 Februari lalu.

"Lihat apa yang terjadi di Jerman. Lihat apa yang terjadi kemarin malam di Swedia. Swedia, siapa yang akan mengira. Swedia menerima banyak pengungsi. Mereka mendapat masalah yang tak pernah dibayangkan sebelumnya."

"Lihat apa yang terjadi di Brussels. Lihat apa yang terjadi di seluruh dunia. Lihat Nice. Lihat Paris," kata Trump.

Pernyataan Presiden AS itu membuat sejumlah netizen di Twitter berspekulasi bahwa Trump mungkin telah menyaksikan acara di Fox News. Pembawa acara tersebut, Tucker Carlson, mewawancara Ami Horowitz, seorang pembuat film yang mencoba mengaitkan kebijakan Swedia soal imigran dengan peningkatan kekerasan di negara tersebut.

Presiden Trump belakangan mengatakan pernyataan itu merujuk pada tayangan dokumentasi di Stasiun TV Fox News yang melaporkan peningkatan kriminalitas setelah negara itu menerima 200.000 pengungsi sejak tahun 2013.

Namun, para pejabat Swedia menegaskan tidak ada bukti-bukti yang mendukung komentar Presiden Trump tersebut.

"Tidak ada dasar untuk mengambil kesimpulan bahwa kejahatan meningkat di Swedia dan bahwa hal itu terkait dengan imigrasi," ucap Stina Holmberg dari Dewan Nasional Pencegahan Kejahatan Swedia kepada kantor berita Inggris pada saat itu.

Dugaan bahwa bertambahnya jumlah pengungsi dan pendatang memicu peningkatan kriminalitas lebih didasarkan pada laporan-laporan media karena polisi Swedia tidak mencatat etnis dari tersangka pelaku, selain jenis kelamin dan usia.

Kebijakan Pengungsi Swedia

Swedia dengan populasi sekitar 9,5 juta orang mengakui adanya peningkatan permintaan suaka pada 2015 dengan total 162 ribu. Sepertiganya mengaku datang dari Suriah.

Namun, aplikasi permintaan suaka turun ke angka 29.000 setelah Swedia melakukan pengecekan perbatasan yang membuat proses pengajuan berlangsung lama.

Swedia disebut negara dengan tingkat kriminalitas rendah.

Pun setelah ada kebijakan buka pintu bagi imigran tahun 2013 tidak ditemukan adanya serangan teror kepada Swedia.

Namun demikian, pada 2010 sebuah bom meledak di Stockholm menewaskan pelakunya warga Swedia kelahiran Irak dan melukai dua orang lainnya. Polisi mendeskripsikan serangan teroris.

Tak hanya itu, Swedia dipercaya sebagai "penyumbang" terbesar militan asing ISIS dari Eropa. Sekitar 140 dari 300 militan asing Eropa pergi ke Suriah dan Irak.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.