Sukses

Myanmar Vonis Mati Seorang Warga Rohingya

Pria yang namanya dirahasiakan ini merupakan pelaku pembakaran 3 pos polisi yang memicu kericuhan di Negara Bagian Rakhine.

Liputan6.com, Yangoon - Pengadilan Myanmar menjatuhkan hukuman mati bagi pria Rohingya yang jadi otak penyerangan terhadap kantor polisi di Negara Bagian Rakhine. Kejadian tersebut disebut-sebut sebagai pemicu kerusuhan antara aparat berwenang dan kelompok muslim Rohingya.

Keterangan tersebut disampaikan Kepala Polisi Wilayah Sittwe, Yan Naing Lett. Hukuman itu dijatuhkan oleh pengadilan di pusat kota negara bagian Rakhine.

"Terdakwa dijatuhi hukuman mati pada 10 Febuari lalu. Dia terbukti terlibat pembunuhan (yang berdampak) internasional," ucap Lett seperti dikutip dari AFP, Selasa (14/2/2017).

"Dia ikut serta dalam serangan, juga menjadi pemimpin dan merencanakan dengan yang lain. Terdakwa termasuk satu dari 14 penyerang yang sudah kami tahan di Kota Sittwe," ucap dia.

Lett menambahkan, 13 orang lain juga dihukum penjara. Namun, hanya satu orang saja yang dihukum mati.

Hukuman mati yang dijatuhkan kepada seorang warga Rohingya ini juga dibenarkan oleh pemimpin organisasi kemanusiaan di utara Rakhine, Than Tun.

"Pria itu adalah orang pertama yang dijatuhi hukuman mati," ujar Tun.

Hukuman mati ini dijatuhkan satu hari usai PBB mengeluarkan laporan HAM terkait Myanmar.

PBB menyatakan aparat keamanan Myanmar terbukti melakukan pelanggaran kemanusiaan. Di antaranya pemerkosaan, penyiksaan, dan pembantaian kelompok Rohingya.

Sejumlah organisasi internasional mengecam hukuman mati terhadap warga Rohingya itu. Alasannya, proses penyelidikan tidak transparan. Aparat Myanmar diduga menutupi fakta yang sebenarnya harus diungkap.

Sebanyak 1,1 juta warga Rohingya dalam beberapa tahun terakhir menjadi objek tindak kekerasan dari otoritas dan masyarakat.

Rohingya disebut telah berdiam di Rakhine sejak abad ke-7. Sebagian lainnya menyebut sejak abad ke-16. Nenek moyang Rohingya merupakan campuran dari Arab, Turki, Persia, Afghanistan, Bengali, dan Indi-Mongoloid.

Pemerintah Myanmar mengklaim bahwa Rohingya tidak memenuhi syarat untuk mendapat kewarganegaraan di bawah UU Kewarganegaraan yang disusun militer pada 1982.

Dokumen tersebut mendefinisikan bahwa warga negara adalah kelompok etnis yang secara permanen telah menetap dalam batas-batas negara modern Myanmar sebelum tahun 1823. Itu adalah tahun sebelum perang pertama antara Inggris-Myanmar.

Pemerintahan Jenderal Ne Win memasukkan 135 kelompok etnis yang telah memenuhi persyaratan. Dan daftar inilah yang masih digunakan pemerintah sipil Myanmar hingga saat ini.

Pemerintah kolonial Inggris disebut-sebut merupakan pihak yang mendorong migrasi Rohingya ke Myanmar. Ini yang memicu kebencian di dalam negeri negara itu, sehingga digunakanlah tahun 1823 sebagai acuan untuk menentukan kewarganegaraan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.