Sukses

Dibayangi Konflik, Warga Avdiivka di Ukraina Akan Dievakuasi

Evakuasi warga kota Avdiivka tengah direncanakan, demi menghindari jatuhnya korban jiwa di tengah meningkatnya konflik bersenjata.

Liputan6.com, Kiev - Para pejabat Ukraina tengah mempersiapkan kemungkinan evakuasi warga di garis depan kota Avdiivka di tengah pertempuran baru dengan pemberontak pro-Rusia. Jika proses tersebut harus ditempuh maka hingga 8.000 warga terpaksa diungsikan setiap harinya.

Dilansir BBC, Rabu, (1/2/2017), pemerintah Kiev mengatakan, tujuh tentara tewas dalam bentrokan pada hari Minggu dan Senin. Sementara pertempuran masih terus berlanjut.

Kedua pihak saling menyalahkan atas eskalasi kekerasan. Padahal, bulan lalu, pihak-pihak yang bertikai baru saja memperbarui gencatan senjata.

Pasukan Ukraina mengklaim pertempuran pecah setelah pemberontak melancarkan serangan ke Avdiivka. Kota ini berbatasan dengan wilayah yang dikuasai pasukan separatis.

Mengantre untuk roti

Sebuah pembangkit listrik lokal dikabarkan rusak akibat pertempuran ini.

"Semuanya akan memburuk. Orang-orang takut dan mencoba menyelamatkan diri. Cuaca sangat dingin. Ada antrean roti. Hanya beberapa toko yang buka," ujar salah seorang warga bernama Nadiya.

Pavlo Zhebrivsky, kepala pemerintahan kota Kiev mengatakan, rencana sedang dibuat untuk mengevakuasi warga Avdiivka.

"Sampai sekarang, kita bisa mengevakuasi hingga 8.000 orang per hari. Sejumlah kota di kawasan ini bersiap untuk menerima hingga 9.000 pengungsi," kata Zhebrivsky seperti dikutip kantor berita Interfax.

Tak diketahui pasti total populasi di kota Avdiivka, namun diyakini berkisar antara 16.000 hingga 22.000 jiwa.

Para pejabat menerangkan, langkah evakuasi akan diambil jika pertempuran meningkat lebih lanjut. Mereka menambahkan bahwa sekitar 10 ton makanan akan segera tiba di kota itu.

Sementara itu, juru bicara pemerintah Rusia, Dmitry Peskov menuding, militer Ukraina melancarkan serangan lebih dulu terhadap pemberontak pro-Rusia di garis depan Avdiivka.

"Tindakan yang agresif, didukung oleh angkatan bersenjata Ukraina, bertentangan dengan tujuan dan aturan dalam perjanjian Minsk," kata Peskov.

Pada Februari tahun 2015, kedua pihak berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata di Minsk. Namun pelanggaran masih kerap terjadi. Pada 23 Desember 2016, gencatan senjata terbaru pun diberlakukan.

Lebih dari 9.700 orang tewas sejak konflik meletus pada tahun 2014, tepatnya ketika Rusia menganeksasi Krimea yang terletak di semenanjung selatan Ukraina. Tak lama, kelompok bersenjata pro-Rusia pun melancarkan pemberontakan.

Menanggapi pencaplokan Krimea, AS dan Uni Eropa memberlakukan sanksi terhadap Rusia. Meski demikian, Kremlin membantah pihaknya mendukung kelompok pemberontak.

Kekerasan terbaru ini terjadi di tengah kabar Donald Trump melakukan pembicaraan melalui sambungan telepon dengan Presiden Vladimir Putin.

Kremlin mengumumkan, dua pemimpin dunia ini sepakat menjadi mitra dalam menanggapi sejumlah isu termasuk Ukraina. Hal ini pun memicu kekhawatiran di Kiev.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini