Sukses

Konvensi Minamata Mengenai Merkuri

Pada hakekatnya setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan surat Presiden perihal Penyampaian Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri), Badan Musyawarah DPR RI telah menugaskan Komisi VII DPR RI untuk melakukan Pembicaraan terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvesi Minamata Mengenai Merkuri).

Setelah mengalami proses pembahasan antara kementerian lembaga terkait bersama anggota DPR, pada hari Rabu, 14 September 2017 Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri) telah disahkan melalui Rapat Paripurna yang diselenggarakan di Gedung DPR/MPR RI.

LATAR BELAKANG

Pada hakekatnya setiap warga negara Indonesia berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hak tersebut merupakan implementasi dari tuuan Pemerintah Negara Indonesia yang tertuang dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi, “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”

Jaminan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat juga diatur dalam Pasal 28H ayat (1) UUD tahun 1945 yang berbunyi: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”.

Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah melalui pengaturan, pengendalian, dan pengawasan bahan berbahaya dan beracun khususnya terutama merkuri. Tindakan internasional untuk pengendalian merkuri dimulai pada pertemuan Governing Council (GC) pada tahun 2009 yang menghasilkan resolusi 25/5 tentang pembentukan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) on Legally Binding Instrument of Mercury yang bertujuan untuk membentuk aturan Internasional yang mengikat tentang pengaturan merkuri secara global.

Pada pertemuan INC-5 tahun 2013 disepakati suatu konvensi internasional yang dikenal dengan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata mengenai Merkuri). Konvensi Minamata meliputi 35 Pasal dan 5 Lampiran yang dibagi menjadi 4 bagian utama, terdiri dari: (1) pengaturan operatsional, memuat kewajiban mengurangi emisi dan lepasan merkuri dan senyawa merkuri antropogenik ke media lingkungan; (2) dukungan bagi Negara Pihak dalam sumber pendanaan, peningkatan kapasitas, bantuan teknis dan ahli teknologi, pelaksanaan dan komite kepatuhan; (3) informasi dan peningkatan kesadaran termasuk aksi untuk mengurangi dampak merkuri; dan (4) pengaturan administrasi lainnya.

Selanjutnya dalam Lampiran Konvensi diatur mengenai:

• Penggunaan merkuri yang masih diperbolehkan dalam jumlah tertentu untuk keperluan perlindungan sipil dan militer, penelitian, kalibrasi instrumen, standar referensi, switch dan relay, lampu flouresen kataoda dingin, lampu flouresen katoda eksternal, produk untuk praktik tradisional atau religius dan vaksin yang dilindungu thiomersal sebagai bahan pengawet.

• Penggunaan merkuri yang dihapuskan secara bertahap hingga 2018 adalah proses dengan asetaldehid.Sedangkan yang dihapuskan secara bertahap hingga 2020 antara lain berupa baterai, thermometer, serta tensimeter dan dihapuskan secara bertahap hingga 2025 adalah produksi klor-alkali;

• Penghapusan penggunaan merkuri pada Pertambangan Emas Skala Kecil. Secara umum menurut data internasional tahun 2010, tercata emisi merkuri yang bersifat meracuni manusia sebanyak 37% bersumber dari penambangan emas skala kecil, 24% bersumber dari pembakaran bahan bakar fosil, 18% berasal dari ptoduk-produk metal dan sisanya 5%-9% berasal dari proses industri semen, insenerasi, dan lain-lain.

Di Indonesia, merkuri sebagian besar digunakan pada Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK), yang diidentifikasi pada sejumlah 850 hotspots yang tersebar di 197 Kota/Kabupaten dan 32 Provinsi dengan jumlah penambang sekitar 250.000 orang. Sementara itu terdapat penambangan batu Sinabar yang dilakukan oleh 1.900 penambang di Pulau Seram, Provinsi Maluku. Batu Sinabar merupakan bahan baku merkuri Pertambangan Emas Skala Kecil termasuk penambangan dan pengolahan Sinabar menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta gangguan kesehatan. Hal ini diindikasikan melalui hasil pemeriksaan sampel darah di P. Buru dan P. Seram.

Dari hasil lapangan tercatat individu masyarakat dengan kadar merkuri dalam darah rata-rata diatas 20 µg/l hingga 49,6 µg/l. (segai catatan bahwa kadar normal merkuri dalam darah berkisar antara 5 µg/l – 10 µg/l menurut standar WHO). Demikian pula pencatatan pencemaran udara dan tanah di Desa Parakan Salak dan Bojong Genteng Sukabumi, juga Maluku Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah serta beberapa daerah lainnya di Indonesia.

Dampak pencemaran merkuri terhadap kesehatan yang ditimbulkan meliputi tremor, gangguan motorik, gangguan syaraf, pencernaan, kekebalan tubuh, ginjal, dan paru-paru, serta iritasi kulit, mata, dan saluran pencernaan. Ibu hamil yang terpapar merkuri akan melahirkan anak dengan IQ rendah. Dampak lanjut secara sosial-ekonomi meliputi beralihnya mata pencaharian utama, konflik horizontal masyarakat pendatang dengan masyarakat setempat, meningkatnya kriminalitas serta mobilisasi tenaga kerja wanita dan anak di bawah umur.

MANFAAT YANG DIPEROLEH INDONESIA MELALUI PENGESAHAN KONVENSI MINAMATA

1. Memberikan dasar hukum bagi negara untuk mengeluarkan peraturan perundangan-undangan dan kebijakan untuk menjamin lingkungan hidup yang bersih dan sehat kepada rakyat Indonesia;

2. Memberikan rasa aman dan menjaga kesehatan serta melindungi sumber daya manusia generasi yang akan datang dari akibat dampak negatif merkuri;

3. Memperkuat pengendalian pengadaan, distribusi, peredaran, perdagangan merkuri dan senyawa merkuri;

4. Memperkuat pengaturan dan pengawasan pengelolaan limbah yang mengandung merkuri; dan

5. Memberikan peluang bagi Indonesia untuk pendapatkan bantuan internasional, antara lain bantuan teknis, ahli teknologi dan pendanaan dalam upata pengendalian emisi merkuri.

6. Meningkatkan kerja sama global untuk pertukaran informasi dalam penelitian dan pengembangan, terutama pengganti merkuri pada proses industri dan pertambangan emas skala kecil guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan, dan tentunya masih banyak manfaat lain yang tidak kami sebutkan di sini.

Penulis:

Isabella Anggreny Sitanggang., S.H., M.H.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini