Sukses

Mobil Murah Laris, Kuota BBM Bakal Ikutan Bengkak

Terbitnya aturan LCGC dikhawatirkan bakal memicu pengunaan kendaraan roda empat yang imbas berujung pada jebolnya kuota BBM bersubsidi.

Pengamat Perminyakan Kurtubi menilai terbitnya aturan mobil murah ramah lingkungan (low cost green car/LCGC) takkan mampu menekan kuota bahan bakar minyak (BBM) subsidi. Sebaliknya, aturan itu justru bakal memicu peningkatan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi hingga menembus 53 juta kiloliter (Kl).

"Dengan aturan tersebut, penggunaan BBM subsidi akan lebih banyak karena meningkatnya jumlah kendaraan pribadi murah," terang dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Jumat (7/6/2013).

Aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 2013 yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 23 Mei 2013, lanjut Kurtubi, akan menggeser tren pembelian otomotif dari kendaraan roda dua ke roda empat. Begitupula dengan pengguna angkutan umum.  

Lonjakan kuota BBM bersubsidi, tambah dia, justru akan terjadi saat mobil murah dan ramah lingkungan diproduksi dan beredar di pasaran."Kalau mulai dipasarkan tahun ini, pasti kuota BBM subsidi akan jebol sampai 53 juta kl," terangnya.

Padahal dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara-Perubahan (RAPBN-P) 2013, pemerintah telah mengusulkan peningkatan kuota BBM subsidi dari 46 juta kl menjadi 48 juta kl. Pemerintah juga sebelumnya memproyeksikan konsumsi BBM subsidi akan membengkak di atas 50 juta kl.

Untuk itu, pemerintah berupaya menekan kuota BBM subsidi, selain mengurangi beban subsidi BBM, melalui rencana kenaikan harga BBM sebesar Rp 2.000 untuk premium dan solar Rp 1.000.

Namun Kurtubi menjelaskan bahwa konsumsi BBM subsidi tidak ada hubungannya dengan kenaikan harga. Menurutnya, naik atau tidak harga BBM subsidi, konsumsi masyarakat terhadap bahan bakar ini terus akan meningkat seiring pertumbuhan ekonomi.

"Sifat dari BBM di Indonesia ini adalah Price in Elastis artinya konsumsi atau volume BBM subsidi tidak elastis terhadap perubahan harga.Dan ini merupakan studi yang dilakukan oleh beberapa universitas di luar negeri," ucapnya.

Dengan demikian, dia menghimbau kepada pemerintah untuk bersiap-siap menghadapi pembengkakan volume BBM subsidi.

"Tidak benar itu menentukan kuota, apalagi sampai dibatasi atau ditahan-tahan. Pertumbuhan ekonomi lebih tinggi konsekuensinya ada di konsumsi BBM semakin besar," pungkas Kurtubi. (Fik/Shd)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.