Sukses

Aturan Pajak Kekayaan Bakal Bikin Pengusaha Ketakutan

Wacana pungutan pajak kekayaan bagi pemilik bisnis yang mencatatkan saham perusahaan di bursa dianggap hanya akan membuat iklim usaha di Indonesia semakin tidak kondusif.

Pengamat Ekonomi Aris Yunanto mengungkapkan, meski dari sisi pajak, rencana pungutan tersebut dapat berkontribusi ke pendapatan negara, namun di sisi lain akan menghambat gerak pengusaha.

"Negara ini kan tidak sebesar Singapura, Hong Kong, bahkan Amerika Serikat yang kondisi makro dan investasinya lebih baik. Kalau misalkan jadi ditarik pajak kekayaan, pemilik perusahaan atau saham di bursa pasti banyak yang melanggar aturan untuk menghindari pajak," ujar Aris yang juga Kepala Kemitraan dan Inkubasi Bisnis Universitas Indonesia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Minggu (24/3/2013).

Apabila terealisasi, Aris melanjutkan, para pemilik usaha akan merasa semakin terbebani dengan beberapa item pajak yang harus dibayar. Pasalnya, selama ini, pengusaha tersebut telah membayar pajak berlapis, seperti pajak orang pribadi, pajak transaksi di bursa atau Initial Public Offering (IPO) dan sebagainya.

"Kalau pun mau diterapkan, jangan nambah item pajak. Lebih baik naikkan sedikit besaran pajak yang sudah ada, supaya pengusaha tidak jiper atau malah takut," paparnya.

Jika pemerintah ingin memberlakukan pajak kekayaan, dia menyarankan, sebaiknya diterapkan paska pemilihan umum (pemilu) Presiden dan Wakil Presiden 2014.

Sementara itu, menurut Pengamat Ekonomi dari Universitas Padjajaran, Ina Primiana, pemerintah wajib mengkaji kembali rencana pungutan pajak kekayaan tersebut agar tidak membuat pengusaha justru 'lari'.

"Jangan sampai malah kontra produktif, karena Indonesia masih butuh investasi dari para pengusaha yang punya saham di bursa. Apalagi dunia usaha saat ini lagi banyak pengaruh dari eksternal maupun internal," jelasnya.

Oleh sebab itu, Ina menghimbau supaya pemerintah mempertimbangkan dari segala aspek, seperti infrastruktur ekonomi, dan sebagainya sebelum benar-benar mewujudkan aturan tersebut. (Fik/Ndw)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

    Video Terkini