Sukses

Utang Luar Negeri Bertambah, BI Diingatkan Jaga Stabilitas Rupiah

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Januari 2018 tercatat mencapai USD 357,5 miliar.

Liputan6.com, Jakarta Bank Indonesia (BI) diingatkan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD). Depresiasi rupiah terhadap mata uang asing terutama Dolar AS bisa berimbas pada bertambahnya beban dalam pembayaran utang luar negeri.

Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan, posisi terakhir utang luar negeri Indonesia sudah mencapai USD 357 miliar. “Angka ini tumbuh sebesar 10 persen dibanding bulan yang sama pada tahun lalu,” ujar dia di Jakarta, Senin (19/3/2018).

Selain rupiah, Legislator Golkar itu pun mengingatkan BI agar terus menjaga kelancaran sistem pembayaran utang luar negeri.

“Mengingat kurs rupiah terhadap dolar saat ini mencapai Rp 13.767 dan hal tersebut bisa berpengaruh terhadap jumlah utang luar negeri Indonesia,” tutur dia.

Politikus berlatar belakang pengusaha itu juga meminta pemerintah meningkatkan kinerja di bidang perekonomian. Salah satunya adalah menggenjot cadangan devisa.

“Terutama pendapatan devisa dari kegiatan ekspor untuk memperbaiki rasio utang luar negeri terhadap cadangan devisa, sehingga ketahanan ekonomi domestik tetap terjaga,” dia menandaskan.

Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir Januari 2018 tercatat mencapai USD 357,5 miliar. Utang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral yakni sebesar USD 183,4 miliar, serta utang swasta sebesar USD 174,2 miliar. ULN Indonesia per akhir Januari 2018 tersebut tumbuh sebesar 10,3 persen (yoy).

Laporan Bank Indonesia menyebutkan, perkembangan ULN pemerintah sejalan dengan kebijakan fiskal untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kegiatan produktif dan investasi.

ULN pemerintah pada akhir Januari 2018 tercatat USD 180,2 miliar yang terdiri dari SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) yang dimiliki oleh asing/non-residen sebesar USD 124,5 miliar dan pinjaman kreditur asing sebesar USD 55,7 miliar.

 

Adapun ULN swasta pada akhir Januari 2018 terutama dimiliki oleh sektor keuangan, industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih (LGA), serta pertambangan. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 72,2 persen, relatif sama dengan pangsa pada periode sebelumnya.

Pertumbuhan ULN secara tahunan di sektor keuangan tercatat meningkat, sementara pertumbuhan ULN sektor industri pengolahan dan sektor LGA melambat dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Di sisi lain, ULN sektor pertambangan mengalami kontraksi pertumbuhan.

Perkembangan ULN total pada Januari 2018 tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Januari 2018 yang tercatat stabil di kisaran 34 persen. Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Menunggu Keputusan Bank Sentral AS, Rupiah Stabil

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak stabil pada perdagangan di awal pekan ini. Pelaku pasar menunggu keputusan Bank Sentral AS. 

Mengutip Bloomberg, Senin (19/3/2018), rupiah dibuka di angka 13.770 per dolar AS melemah tipis jika dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya yang ada di angka 13.751 per dolar AS.

Sejak pagi hingga siang hari ini, rupiah bergerak di kisaran 13.761 per dolar AS hingga 13.777 per dolar AS. jika dihitung dari awal tahun, rupiah melemah 1,57 persen.

Sedangkan berdasarkan Kurs Referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jidsor) Bank Indonesia (BI), rupiah dipatok di angka 13.765 per dolar AS, tak berubah jika dibandingkan dengan patokan pada Jumat kemarin yang juga ada di angka 13.765 per dolar AS.

Dolar AS stabil pada perdagangan di Asia pada hari ini. Para pelaku pasar tengah menunggu kebijakan yang akan dikeluarkan oleh Bank Sentral AS atau the Federal Reserve (the Fed).

Pelaku pasar juga tengah menimbang kebijakan proteksionis yang sedang dijalankan oleh Presiden AS Donald Trump. Pedagang pun berlindung ke aset safe haven.

Selain itu, pelaku pasar juga tengah melihat dampak dari skandal Perdana Menteri Shinzo Abe. Pedagang tengah melihat apakah Abe mampu mendorong pertumbuhan ekonomi di Jepang di saat harus menanggapi skandal tersebut.

"Risiko politik Jepang akan menjadi fokus pasar untuk saat ini," kata Shinichiro Kadota, analis dari Barclays, Tokyo, Jepang.

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mengaku tak terlalu khawatir dengan risiko pelemahan Rupiah terhadap utang swasta. Sepanjang Maret 2018, nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS telah melemah 0,27 persen.

Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Doddy Zulverdi menjelaskan, saat ini banyak perusahaan swasta yang sudah menjalankan ketentuan BI, tentang kewajiban bagi perusahaan yang memiliki utang luar negeri melakukan lindung nilai (hedging) minimal 25 persen.

"Hasil pantauan kami sudah lebih dari 90 persen perusahaan sudah comply dengan ketentuan tersebut, sehingga pelemahan rupiah ini tidak terlalu berisiko," ujar dia pada 14 Maret 2018.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.