Sukses

Kementerian ESDM Revisi Penerapan Harga Batu Bara buat Kelistrikan

Kementerian ESDM merevisi waktu penerapan harga batu bara khusus kelistrikan sehingga dapat mempermudah administrasi keuangan perusahaan batu bara.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengubah ketentuan penetapan harga batu bara khusus ‎kelistrikan sebesar US$ 70 per ton. Perubahan ketentuan itu terkait waktu penerapannya.

Direktur ‎Jenderal Mineral dan Batubara Kementeri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, perubahan dilakukan untuk mempermudah administrasi keuangan perusahaan tambang batu bara.

"Alasannya supaya administrasi keuangannya supaya mudah," kata Bambang, di Kantor Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, Selasa (13/3/2018).

‎Ketentuan tersebut mengubah Keputusan Menteri ESDM Nomor 1395K/30/MEM/2018 tentang harga jual‎ batu bara untuk penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan masyarakat umum, yang menetapkan harga batu bara khusus kelistrikan berlaku surut sejak 1 Januari 2018 hingga 2019. Dengan begitu, kontrak penjualan yang dilakukan sejak 1 Januari akan direvisi.

Payung hukum tersebut diubah menjadi Keputusan Menteri ESDM Nomor 1410K/30/MEM/2018. Dengan ada perubahan tersebut, ketentuan penerapan harga batu bara khusus kelistrikan mulai diberlakukan untuk kontrak jual beli sejak 12 Maret 2018.

Keputusan Menteri tersebut merupakan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2018 tentang Perubahan Kelima PP Nomor 1 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Permen ESDM Nomor 7 Tahun 2017 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara.

Dalam payung hukum tersebut, pemerintah menetapkan harga jual batu bara untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dalam negeri sebesar US$ 70 per ton untuk nilai kalori 6.322 GAR. Atau menggunakan Harga Batubara Acuan (HBA) apabila HBA berada di bawah US$70 per ton.

Untuk harga batu bara dengan nilai kalori lainnya, dikonversi terhadap harga batu bara pada nilai kalori 6.322 GAR tersebut berdasarkan perhitungan sesuai ketentuan yang berlaku.‎

Penetapan harga khusus tersebut berlaku surut sejak 1 Januari 2018 hingga Desember 2019. Artinya, kontrak-kontrak penjualan yang sudah berjalan sejak 1 Januari 2018 akan disesuaikan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Produksi Listrik Hemat Rp 20 Triliun

Sebelumnya, PT PLN (Persero) mencatat penerapan ‎harga batu bara untuk kelistrikan yang dipatok US$ 70 per ton dapat menghemat Rp 20 triliun. Penetapan harga batu bara tersebut untuk menghindari kenaikan tarif listrik.

Direktur Pengadaan Strategis Iwan Supangkat Santoso mengatakan, konsumsi maksimal batu bara pembangkit listrik di Indonesia mencapai 89 juta ton pada 2018. Dengan ada ketetapan harga batu bara khusus kelistrikan sebesar US$ 70 per ton, kegiatan pembangkitan listrik dapat menghemat Rp 20 triliun.

‎"Tapi dari batu bara sendiri kita bisa berhemat kira-kira kalau 89 juta kira-kira Rp 20 triliun hematnya," kata Iwan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat 9 Maret 2018. Iwan mengungkapkan, PLN dapat menghemat sekitar US$ ‎37 per ton untuk kalori 4.200 per kg GAR. Hal itu dengan harga batu bara acuan (HBA) saat ini US$ 101 per ton. Sedangkan kalori 5.000 per kg GAR penghematannya US$ 53 per ton.

"Untuk kalori 4.200 kira-kira US$ 37. Kalau 5000 kalori kira-kira US$ 53, tergantung sulfur juga," ujar dia.

Pasokan batu bara untuk kelistrikan berasal dari 82 perusahaan tambang, antara lain PT Kaltim Prima Coal, PT Bukit Asam Tbk‎, PT Adaro Indonesia, PT Arutmin Indonesia dan PT Kideco Jaya Agung.

Iwan mengatakan, selain harga batu bara masih ada faktor lain yang memengaruhi biaya pokok produksi listrik, yaitu kurs dolar Amerika Serikat (AS) dan harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).

"Sebenarnya cita-citanya begitu, sekarang juga ada komponen lain yang sementara belum disesuaikan. Seperti valuta asing dan ICP dan itu dampaknya cukup besar," ujar dia.Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan, 57 persen pembangkit listrik di Indonesia menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), dengan begitu pergerakan harga batu bara sangat memengaruhi biaya produksi listrik.

"Kita tahu bahwa PLN sekitar 57 persen energi primernya batu bara," kata Agung.

Agung menuturkan, pengaturan harga batu bara sebesar US$ 70 per ton dapat membantu menekan biaya produksi listrik dari PLTU, sehingga dapat menghindari kenaikan tarif listrik yang dibebankan kemasyarakat.

Lantaran harga batu bara belakangan ini terus bergerak naik hingga US$ 110 ‎per ton. Sedangkan kenaikan tarif listrik perlu dihindari karena untuk menjaga daya beli masyarakat dan daya saing industri.

"Ini dikeluarkan mempertimbangkan daya‎ beli masyarakat dan daya saing industri terkait harga," ujar dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.