Sukses

Wall Street Tertekan, Nilai Bitcoin Kembali Jatuh

Bursa saham Amerika Serikat (AS) tertekan ternyata juga diikuti pergerakan mata uang virtual termasuk bitcoin.

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) tak sendirian alami penurunan tajam pada awal pekan ini. Bitcoin dan mata uang virtual lainnya juga turut tertekan.

Nilai bitcoin turun 15 persen dalam satu hari. Selain itu, mata uang virtual lainnya ethereum merosot 20 persen. Hal itu berdasarkan Coindesk. Pada awal pekan ini, mata uang virtual lainnya litecoin susut 10 persen, dan Ripple juga tergelincir 10 persen.

Mata uang virtual tertekan mengikuti bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street dengan indeks saham Dow Jones turun lebih dari 1.000 poin pada Senin waktu setempat. Penurunan bursa saham AS terjadi sejak akhir pekan lalu. Indeks saham Dow Jones merosot 666 poin pada Jumat pekan lalu.

Masalah terhadap mata uang digital terjadi sejak Desember. Otoritas bursa saham Amerika Serikat (AS) dan FBI mulai menindak dugaan kecurangan penggalangan dana oleh sejumlah perusahaan mata uang virtual dan pelaku pasar. Regulator juga memperhatikan dan memperingatkan investor mengenai potensi penipuan.

Peneliti mata uang virtual Universitas Cambridge, Garrick Hileman menuturkan, sejumlah bank besar juga menarik mata uang virtual yang tidak diterbitkan oleh pemerintah. Sejumlah bank melarang pembelian mata uang virtual pakai kartu kredit antara lain Morgan Chase, Bank of America, dan Citigroup.

"Serentetan berita buruk terus berlanjut untuk mata uang virtual. Dengan sejumlah bank mengumumkan larangan pembelian mata uang virtual dengan kartu kredit," ujar dia seperti dikutip dari laman CNN Money, Selasa (6/2/2018).

Di Asia, mata uang virtual begitu populer. China dan Korea Selatan termasuk aktif memperdagangkan mata uang virtual, dan kini mulau turun.

Mata uang virtual mulai bergejolak pada awal 2018 seiring kekhawatiran pembatasan terhadap mata uang virutal, dan rumor mengenai larangan potensial di India. Bitcoin termasuk mata uang vitrual yang paling dikenal dan bergerak sangat volatile pada 2017. Harga bitcoin hampir berada di posisi US$ 20.000 sebelum terjun pada Desember.

Mengutip CNBC, nilai bitcoin turun ke level terendah dalam dua bulan. Nilai mata uang virtual tersebut sentuh posisi US$ 6.147,30, dan terendah sejak pertengahan November. Bahkan kini sudah di bawah level US$ 6.000 berada di kisaran US$ 5.995.

Hileman menuturkan, kenaikan dramatis pada tahun lalu juga berkontribusi terhadap sejumlah tekanan terhadap mata uang virtual seperti ethereum.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Wall Street Anjlok di Awal Pekan

Sebelumnya, Wall Street anjlok pada penutupan perdagangan Senin (Selasa pagi waktu Jakarta), dengan indeks Dow turun hampir 1.600 poin selama sesi tersebut. Ini merupakan penurunan intraday terbesar dalam sejarah, seiring langkah investor yang bergulat dengan kenaikan imbal hasil obligasi dan inflasi yang berpotensi menguat.

Melansir laman Reuters, patokan indeks S & P 500 dan Dow mengalami penurunan persentase terbesar sejak Agustus 2011.

Indeks Dow Jones Industrial Average turun 1.175,21 poin atau 4,6 persen menjadi 24.345,75. Sementara indeks S&P 500 kehilangan 113,19 poin atau 4,10 persen menjadi 2.648,94 dan Nasdaq Composite turun 273,42 poin atau 3,78 persen menjadi 6.967,53.

Indeks S & P 500 berakhir turun 7,8 persen dari rekor tertinggi pada 26 Januari, sementara Dow turun 8,5 persen dari waktu itu.

Sektor keuangan, kesehatan, dan sektor industri mencatat penurunan terbesar. Penurunan menyebar luas karena semua kelompok utama pada indeks utama S&P utama turun setidaknya 1,7 persen. Semua 30 komponen industri Dow blue-chip berakhir negatif.

Dengan penurunan yang terjadi kali ini, indeks S & P 500 menghapus kenaikannya selama 2018 dan justru sekarang turun 0,9 persen pada 2018.

Banyak investor mendapat keuntungan karena mengalami pullback selama berbulan-bulan, seiring pasar saham yang mencetak rekor. Kondisi ini didorong data ekonomi dan prospek pendapatan perusahaan yang solid, yang belakangan diperkuat oleh pemotongan pajak perusahaan AS.

Laporan pekerjaan pada Januari lalu, memicu kekhawatiran akan inflasi dan lonjakan imbal hasil obligasi, serta kekhawatiran bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga pada tingkat yang lebih cepat dari perkiraan.

"Pasar telah mengalami kemunduran yang luar biasa," kata Michael O'Rourke, Kepala Strategi Pasar JonesTrading In Greenwich, Connecticut.

"Kami memiliki lingkungan di mana suku bunga naik. Kami memiliki ekonomi yang lebih kuat sehingga Fed harus terus memperketat ... Anda melihat perubahan nyata terjadi dan investasi yang berbeda disesuaikan dengan hal itu," kata O'Rourke.

Pada satu titik, Dow turun 6,3 persen atau 1.597 poin, penurunan poin satu hari terbesar yang pernah ada, di mana menembus level 25.000 dan 24.000 selama perdagangan.

Pasar saham telah naik menuju rekor sejak pemilihan Presiden Donald Trump dan terus menguat 23,8 persen sejak kemenangannya. Trump sering memuji bangkitnya pasar saham selama masa kepresidenannya.

Kemudian seiring penurunan pasar saham pada hari Senin, Gedung Putih mengatakan fundamental ekonomi AS masih tetap kuat.

Sekitar 11,5 miliar saham berpindah tangan di Wall Street, jauh di atas rata-rata 7,6 miliar per hari selama 20 sesi terakhir.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.