Sukses

Ladang di Libya Kembali Operasi Picu Harga Minyak Naik

Produksi minyak di As-Sarah, Libya akan kembali berlanjut dan diperkirakan bisa menambah 55 ribu barel minyak per hari.

Liputan6.com, New York - Harga minyak mentah dunia melonjak dipicu fluktuasi dolar dan beroperasinya kembali beberapa ladang minyak di Libya yang menyebabkan pasokan di pasar membengkak. Harga minyak sempat berada di posisi rendah, sebelum melambung kembali.

Melansir laman Reuters, Selasa (23/12/2018), harga minyak mentah Brent untuk pengiriman Maret ditutup naik 42 sen atau 0,6 persen menjadi US$ 69,03 per barel, setelah sebelumnya melaju ke posisi US$ 69,51 per barel.

Harga minyak Brent mencapai US$ 70,37, tertinggi sejak Desember 2014. Adapun harga minyak mentah AS naik 25 sen atau 0,4 persen, menjadi US$ 63,62 per barel.

Harga minyak antara lain dipengaruhi indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang pesaingnya, mundur mendekati level terendah dalam tiga tahun. Indeks kembali turun lagi di akhir sesi, menimbang harga minyak mentah untuk kedua kalinya. 

Secara tradisional, melemahnya dolar mendorong pembelian komoditas berbasis dolar menjadi lebih murah bagi pemegang mata uang lainnya. Namun, pembelian seiring pelemahan dolar jarang terjadi dalam beberapa bulan terakhir.

"Perdagangan sedikit banyak berubah, tapi sekarang kita mencapai level dimana akan mulai kembali naik," kata John Kilduff dari Again Capital, New York.

Pasar juga dipengaruhi, kembalinya output dari ladang minyak As-Sarah di Libya. "Kelemahannya mungkin terbatas tapi harga tertinggi minggu lalu tidak mungkin ditembus kecuali ada perubahan bullish yang signifikan di pasokan," jelas analis PVM Tamas Varga dalam sebuah laporan.

Produksi di As-Sarah yang kembali berlanjut diperkirakan akan menambah 55.000 barel minyak per hari pada hari Senin. Harga minyak Brent memang sangat sensitif terhadap perubahan output dari Libya.

Hal lain yang mendukung pasar adalah komentar dari eksportir utama Arab Saudi bahwa Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan produsen lainnya akan terus bekerja sama dalam mengurangi produksi minyak melampaui 2018. Kesepakatan tersebut dimulai pada bulan Januari 2017.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Produksi AS Meningkat Bikin Harga Minyak Tergelincir

Harga minyak tergelincir menjelang akhir pekan ini. Bahkan harga minyak catatkan penurunan terbesar secara mingguan sejak Oktober. Hal tersebut didorong produksi minyak Amerika Serikat (AS) yang naik.

Harga minyak turun satu persen menjelang akhir pekan ini dengan harga minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 65 sen ke posisi US$ 63,65 per barel. Harga minyak WTI sempat sentuh level tertinggi sejak Desember 2014 di kisaran US$ 64,89 per barel pada Selasa pekan ini.

Sedangkan harga minyak Brent melemah 68 sen ke posisi US$ 68,63 per barel. Pada perdagangan Senin kemarin, harga minyak Brent sempat sentuh level tertinggi sejak Desember 2014 di kisaran US$ 70,37.

Dalam laporan bulanan the International Energy Agency (IEA) menyebutkan stok minyak global cukup ketat. Ini dipengaruhi pemangkasan produksi minyak oleh OPEC, permintaan tumbuh dan produksi minyak Venezuela cetak level terendah dalam 30 tahun.

Akan tetapi, produksi minyak AS meningkat sehingga menyeimbangkan pasar. "Pertumbuhan masif di AS dan keuntungan dari Kanada dan Brazil sejauh ini dapat menghentikan penurunan dari Venezuela dan Mexico," dikutip dalam laporan produksi IEA pada 2018.

Persediaan minyak AS diperkirakan mencapai 10 juta barel per hari, sehingga ambil posisi Arab Saudi dan Rusia. Berdasarkan data pemerintah, produksi minyak AS naik hampir 300 ribu barel per hari menjadi 9,75 juta barel per hari pada pekan lalu.

Sedangkan rig AS turun lima menjadi 747 pada pekan ini. Berdasarkan data konsultan energi General Electric Co's Baker Hughes menyatakan angka itu lebih tinggi dari tahun lalu dengan ada 551 rig.

"Harga minyak akan kembali menguat seiring jumlah rig cukup tinggi," ujar Chris Jarvis, Presiden Direktur Caprock Risk Management, seperti dikutip dari laman Reuters, Sabtu (20/1/2018).

Bagaimana pun juga harga minyak akan tetap pulih, dan sebagian analis tidak mengharapkan penurunan. Pendorong harga minyak didukung pemangkasan produksi oleh negara tergabung dalam the Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) dan Rusia sejak Januari 2017.

Pemangkasan produksi hingga akhir 2018 bertujuan memperketat pasokan di pasar sehingga mendorong kenaikan harga minyak. Meski Amerika Serikat tidak turut serta pangkas produksi, persediaannya turun 6,9 juta barel pada pekan lalu menjadi 412,65 juta barel.

"Produksi AS tumbuh mengimbangi penurunan minyak OEPC dan negara non OPEC sehingga seimbangkan pasar," ujar Analis Again Capital Kilduff.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.