Sukses

Layanan Publik Tutup, Berapa Kerugian yang Ditanggung AS?

Pemerintah Amerika Serikat (AS) menghentikan beragam layanan publik setelah gagal mencapai kesepakatan akhir dalam pembahasan anggaran.

Liputan6.com, New York - Pemerintah Amerika Serikat (AS) menghadapi kenyataan pahit setelah Partai Demokrat dan Partai Republik gagal mencapai kesepakatan akhir dalam pembahasan anggaran pemerintah. Akibatnya Pemerintah negara adidaya ini harus menghentikan beragam layanan publik atau shutdown pada Jumat 19 Januari 2018 tepat satu tahun setelah Presiden Donald Trump dilantik menjadi presiden.

Pemberhentian operasi pemerintah memang bukanlah hal pertama yang terjadi di AS. Akan tetapi, hal yang terjadi ini tentu akan berimbas besar terutama dalam bidang ekonomi.

Seperti yang ditulis Newsweek, Minggu (21/1/2018), hal ini dapat menyebabkan kerugian sebesar miliaran dolar pada perekonomian Amerika. Pada penutupan operasi pelayanan pemerintah AS terakhir terjadi pada 2013 dan berlangsung selama 16 hari, kerugian yang harus ditelan AS mencapai US$ 24 miliar.

Menurut analisis Standard & Poor's, penutupan tahun ini dapat menelan biaya sekitar US$ 6 miliar selama seminggu. Pemberhentian operasi pemerintah pada 2013 menyebabkan Produk Domestik Bruto (PDB) turun sebesar 0,25 persen.

Hal ini juga akan terulang pada penutupan tahun ini. Analis Goldman Sachs, Alec Phillips, mengatakan kepada Fortune, penutupan pemerintahan setiap minggunya akan menurunkan PDB dan memiliki efek di pasar keuangan.

Pada penutupan 2013, sekitar 800.000 pegawai federal terpaksa cuti sementara dan banyak karyawan yang terlambat menerima gaji. Pegawai federal tersebut harus berhemat dan belanja mereka turun 7 persen.

Selama masa itu, shutdown pemerintah AS merugikan produktivitas Amerika sebesar US$ 2 miliar.  Menurut Fortune, hal tersebut juga berdampak pada pariwisata dan menyebabkan Taman Nasional ditutup, yang juga meghilangkan pendapatan sebesar US$ 500 juta.

Sementara Reuters berpendapat, penutupan pemerintahan tahun ini dapat menghambat kontrak Departemen Pertahanan yang menyebabkan kenaikan biaya senjata. 

“Shutdown akan memberi sinyal bahwa kita akan mengganggu arus kas, dan hal itu menghancurkan industri. Hal ini tidak ada gunanya sama sekali," ujar Sekretaris Angkatan Laut Richard Spencer.

Pada tahun 2013, Departemen Pertahanan mengalami penurunan belanja sebesar 40 persen dan penurunan sepertiga kontrak usaha kecil. Bahkan sebelum shutdown, pembiayaan sudah mulai berkurang. Hal tersebut disebabkan pejabat federal harus meluangkan waktu untuk merencanakan shutdown, sehingga mereka tidak melakukan tugasnya sehari-hari.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini