Sukses

17 Stasiun Dituding Jadi Biang Keladi Macet, Ini Respons Bos KRL

KCI mengaku tidak berwenang dengan kemacetan yang terjadi di luar area stasiun.

Liputan6.com, Jakarta PT Kereta Commuter Indonesia (KCI), operator KRL Commuter Line terusik dengan pernyataan Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Kementerian Perhubungan yang berencana menertibkan 17 titik stasiun penyebab kemacetan.

KCI menegaskan, stasiun bukanlah biang kerok kemacetan. "Sebanyak 17 stasiun disebut bikin macet agak kurang pas, karena sebetulnya macetnya di mana," tegas Direktur Utama KCI, Muhammad Nurul Fadhilah saat Konferensi Pers di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (4/1/2018).

Dia mengaku, KCI tidak berwenang dengan kemacetan yang terjadi di luar area stasiun. Pasalnya, ada pihak-pihak terkait yang seharusnya mengatur lalu lintas di titik-titik kemacetan.

"Kalau macetnya di luar area stasiun, ya bukan kewenangan kami. Itu stakeholder lain yang seharusnya mengatur lalu lintas. Tapi kalau sepakat dikatakan penumpang KRL bikin macet, ya saya akan kurangi perjalanannya," papar dia.

Fadhilah merasa tidak terima jika stasiun disebut-sebut sebagai biang kemacetan. KCI sebagai operator KRL Commuter Line berupaya membantu pemerintah untuk menyediakan alternatif moda transportasi bagi masyarakat.

"Saya tidak tersinggung. Tapi bagi kami, stasiun tidak membuat macet. Kami mengatur penumpang, membantu pemerintah. Saat penumpang butuh angkutan lanjutan setelah naik KRL, jangan ke kami. Bukan saya egois atau tidak mau tahu, tapi dinas terkait yang langsung dalam hal pengaturan lalu lintas, mohon bekerja," ucapnya.

"Kalau betul-betul KRL yang angkut banyak orang, bikin macet, ya saya kurangi perjalanannya. Artinya suplai ke stasiun akan berkurang, orang akan pindah ke jalan raya. Itu saja pilihannya," kata Fadhilah.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

17 Stasiun Titik Kemacetan

Sebelumnya, Kepala BPTJ Bambang Prihartono‎ mengatakan, kepadatan kendaraan di sekitar pintu keluar masuk stasiun ini memang merupakan dampak dari perbaikan layanan kereta rel listrik (KRL) Commuter Line. Akibatnya, pengguna KRL pun terus meningkat.

‎"Jadi kami menertibkan 17 titik stasiun kereta api yang menyebabkan kemacetan. Dengan bagusnya pelayanan kereta, orang sekarang shifting, pindah ke kereta. Dampaknya begitu mereka keluar dari stasiun, mereka bingung mau cari moda transportasi yang mana. Akhirnya transportasi itu berserakan di stasiun, ada yang naik ojek, bajaj, angkot, bahkan TransJakarta ngetem di situ," ujar dia di Jakarta, Minggu (3/12/2017).

Sebagai percontohan, penertiban telah dilakukan di sekitar Stasiun Sudirman. Jika dulunya banyak angkutan yang berhenti sembarangan di sekitar stasiun tersebut, kini tempat bagi angkutan umum untuk menunggu penumpang dipindahkan ke area bekas Pasar Blora dimiliki oleh PD Pasar Jaya.

"Kalau kita bisa tertibkan 17 stasiun itu, kecepatan akan naik. Oleh karena itu, sudah dimulai dengan pilot project di Dukuh Atas (Stasiun Sudirman). Kami cari lahan kosong untuk pengendapan ojek, di bekas Pasar Blora. Jadi sekarang tidak ada lagi yang parkir mobil di pinggir jalan, masuk di situ semua.‎ Tapi yang belum kami puas, ojek belum masuk semua," kata dia.

Selain itu, yang saat ini penertibannya sedang dikerjakan yaitu di Stasiun Manggarai. Pihak PT KAI DAOP I sudah menyiapkan lahan untuk area tunggu angkutan umum.

"Sekarang kita kerjakan di Stasiun Manggarai, ini DAOP I sudah siapkan lahan untuk mengendapan ojek dan TransJakarta di situ. Itu padahal (kepadatan) cuma dari jam 6-9 pagi dan sorenya. Masa kita tidak bisa atur yang hanya 3 jam ini," ungkap dia.

Stasiun selanjutnya yang akan ditertibkan yaitu Palmerah dan Tanah Abang. Saat ini BPTJ tengah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk bisa menyiapkan lahan sebagai tempat tunggu angkutan umum.

"Kemudian akan ke Palmerah, dan Tanah Abang. Di sana ada lahan kosong milik KAI. Ini terpaksa kami laksanakan, demi ketertiban di DKI. Karena ini sebenarnya kecil masalahnya tapi besar dampaknya," tandas dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini