Sukses

Trump Bakal Potong Pajak di 2018, Rupiah Tetap Perkasa

Pelemahan kurs rupiah sepanjang 2017 sebesar 0,7 persen.

Liputan6.com, Jakarta - Penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dalam dua hari ini ditopang karena perbaikan ekonomi Indonesia. Fundamental ekonomi nasional tetap kuat meski didera risiko global, seperti reformasi sistem pajak AS, pemangkasan suku bunga The Fed, dan faktor lainnya.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Agus Martowardojo mengungkapkan pelemahan kurs rupiah sepanjang 2017 sebesar 0,7 persen. Sementara pada 2016, mata uang Garuda mengalami penguatan sebesar 2,3 persen.

"Kalau rupiah itu tadinya Rp 13.560 per dolar AS, lalu menjadi Rp 13.540, itu terjadinya penguatan. Saya melihat faktor konfiden terhadap ekonomi domestik banyak berperan," ujarnya di kantor Kemenko Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (3/1/2017).

Dari data Bloomberg, nilai tukar rupiah menguat ke level Rp 13.514 per dolar AS pada perdagangan hari ini dari sebelumnya (2/1) di level Rp 13.555 per dolar AS.

Sedangkan kurs tengah BI atau Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), kurs rupiah hari ini bertengger di level Rp 13.498 per dolar AS atau menguat dari sebelumnya Rp 13.542 per dolar AS.

"Nilai tukar terjaga, volatilitas kurs sepanjang 2017 ada di kisaran 3 persen, sedangkan di 2016 sebesar 8 persen. Menunjukkan bahwa stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan Indonesia terjaga. Kondisi positif bagi ekonomi Indonesia," jelas Agus.

Lebih jauh dia menerangkan, konfiden pelaku pasar atas kondisi ekonomi Indonesia terlihat dari peningkatan aliran dana asing yang masuk dalam dua pekan terakhir ke pasar modal. Hal ini menambah pasokan valuta asing (valas).

"Kalau rupiah menguat secara umum itu karena kondisi ekonomi nasional yang baik," tegas mantan Menteri Keuangan itu.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Risiko yang Menghadang

Agus menambahkan, adapun risiko dari luar negeri yang mengakibatkan gejolak nilai tukar rupiah di tahun lalu karena perombakan sistem pajak AS oleh Presiden Donald Trump, pemangkasan PPh Badan yang bakal diterapkan pada 2018.

Faktor lainnya, kenaikan suku bunga The Fed di 2017 dan akan dilanjutkan sebanyak tiga kali di 2018, risiko government shutdown di 2017 yang tidak terjadi karena ada kesepakatan untuk ditunda.

"Kondisi di luar negeri ini kurang lebih tidak terlalu berubah, tapi konfiden terhadap ekonomi Indonesia baik. Tercermin dari pasar modal yang closing bagus dan pada pada saat opening ada peningkatan," tandas Agus.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.