Sukses

Jaga Daya Beli Jadi Alasan Harga BBM dan Listrik Subsidi Tak Naik

Atas keputusan tak menaikkan harga maka Prem‎ium penugasan di luar Jawa Madura dan Bali Rp 6.450 per liter.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah menetapkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk jenis Premium penugasan dan Solar subsidi tak mengalami kenaikan apda peridoe 1 Januari 2018 hingga Maret 2018. Selain itu, pemerintah juga tak mengubah harga listrik subsidi untuk periode yang sama.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, alasan pemerintah untuk tak menaikkan harga Premium penugasan, Solar subsidi dan tarif listrik karena mempertimbangkan daya beli masyarakat.

"Satu-satunya alasan pemerintah tidak menaikkan harga BBM dan tarif listrik karena mempertimbangkan tingkat daya beli masyarakat," kata Jonan, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Atas keputusan tersebut maka harga Prem‎ium penugasan di luar Jawa Madura dan Bali Rp 6.450 per liter dan Solar Subsidi Rp 5.150 per liter, untuk periode 1 Januari sampai 1 Maret 2018.‎

"Harga eceran RON 88 atau Premium dan Biosolar harganya sama atau tidak naik untuk periode 1 Januari sampai 31 Maret 2018," papar Jonan.

Tarif dasar listrik untuk periode 1 Januari-31 Maret 2018 pun juga tidak berubah atau tetap menggunakan acuan tarif listrik yang berlaku pada periode 1 Oktober-31 Desember 2017.

Adapun tarif listrik tersebut Rp 415 per kilowatt hours (kWh) untuk golongan 450 VA subsidi‎ dan Rp 605 per kWh untuk 900 bersubsidi. Sedangkan untuk nonsubsidi mengikuti tarif dasar listrik yang telah ditetapkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kata Sri Mulyani

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan akan menjalankan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) tanpa kenaikan harga di 2018. Kebijakan tersebut tidak berpengaruh pada peningkatan harga minyak mentah Indonesia (ICP).

"Harga ICP sudah mencapai US$ 50,3 per barel atau lebih tinggi dari asumsi di APBN-P 2017 sebesar US$ 48 per barel di periode hingga 15 Desember ini," kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Saat ditanyakan mengenai ruang untuk kenaikan harga BBM di tahun depan, Sri Mulyani hanya menjawab singkat. "Undang-undang APBN sudah jelas, jadi kita akan menjalankan UU APBN 2018," tegas dia.

Untuk diketahui, APBN 2018 didesain tanpa ada kenaikan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik. Pemerintah mematok anggaran subsidi energi sebesar Rp 103,4 triliun. Terdiri dari subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp 51,1 triliun, dan Rp 52,2 triliun untuk subsidi listrik.

Sri Mulyani mengaku, pemerintah berupaya membayar tunggakan subsidi BBM kepada Pertamina. Asal tahu, pemerintah memiliki utang subsidi BBM kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu senilai Rp 30 triliun.

"Sedapat mungkin kami akan membayarkan seluruh kewajibannya ke Pertamina di APBN 2017 dan 2018," tegas dia.

 

3 dari 3 halaman

Audit BPK

Cara untuk menyelesaikan pembayaran tersebut, dia menambahkan, sesudah pengeluaran Pertamina diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selanjutnya BPK merekomendasikan tunggakan tersebut ke pemerintah.

"Jadi ada sebagian kewajiban pemerintah dan ada sebagian kewajiban yang menjadi tanggungjawab perusahaan," ucap dia.

Sri Mulyani menegaskan, setiap kenaikan harga minyak atau ICP US$ 1 per barel, maka terjadi surplus atau tambahan penerimaan sekitar Rp 700 miliar dengan asumsi seluruh belanja subsidi masih sesuai APBN.

"Kalau harga minyak naik, yang terlihat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak dari migas meningkat. Sedangkan kebijakan subsidi tetap menjalankan apa yang ada di APBN 2018," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.