Sukses

Harga Premium, Solar, dan Listrik Tak Naik pada 1 Januari 2018

Pemerintah memutuskan harga bahan bakar‎ minyak (BBM) Premium penugasan dan Solar bersubsidi, serta tarif listrik tidak mengalami kenaikan.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah memutuskan harga bahan bakar‎ minyak (BBM) khusus Premium penugasan dan Solar bersubsidi  tidak mengalami kenaikan per 1 Januari 2018. Pemerintah juga tetap mempertahankan tarif listrik subsidi pada 1 Januari 2018.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan mengatakan, pemerintah telah menetapkan harga Prem‎ium penugasan di luar Jawa Madura dan Bali Rp 6.450 per liter dan Solar Subsidi Rp 5.150 per liter, untuk periode 1 Januari sampai 31 Maret 2018.

"Harga eceran RON 88 atau Premium dan Biosolar harganya sama atau tidak naik periode 1 Januari sampai 31 Maret 2018," kata Jonan, di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (27/12/2017).

Selain harga Premium penugasan dan Solar subsidi, pemerintah juga menetapkan tarif listrik subsidi tidak berubah untuk periode 1 Januari 2018 sampai 1 Maret 2018.

"Untuk 1 Januari -31 maret 2018 tarif listrik tetap atau tidak ada kenaikan," tuturnya.

Menurut Jonan, penetapan tarif listrik‎ tersebut berlaku untuk seluruh golongan, baik bersubsidi 450 Volt amper (VA) dan 900 VA bersubsidi dan golongan nonsubsidi.

Adapun tarif listrik tersebut Rp 415 per kilowatt hours (kWh) untuk golongan 450 VA subsidi‎ dan Rp 605 per kWh untuk 900 bersubsidi. Adapun untuk nonsubsidi mengikuti tarif dasar listrik yang telah ditetapkan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Kata Sri Mulyani

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati menegaskan akan menjalankan kebijakan bahan bakar minyak (BBM) tanpa kenaikan harga di 2018. Kebijakan tersebut tidak berpengaruh pada peningkatan harga minyak mentah Indonesia (ICP).

"Harga ICP sudah mencapai US$ 50,3 per barel atau lebih tinggi dari asumsi di APBN-P 2017 sebesar US$ 48 per barel di periode hingga 15 Desember ini," kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Saat ditanyakan mengenai ruang untuk kenaikan harga BBM di tahun depan, Sri Mulyani hanya menjawab singkat. "Undang-undang APBN sudah jelas, jadi kita akan menjalankan UU APBN 2018," tegas dia.

Untuk diketahui, APBN 2018 didesain tanpa ada kenaikan harga BBM, elpiji, dan tarif listrik. Pemerintah mematok anggaran subsidi energi sebesar Rp 103,4 triliun. Terdiri dari subsidi BBM dan elpiji sebesar Rp 51,1 triliun, dan Rp 52,2 triliun untuk subsidi listrik.

Sri Mulyani mengaku, pemerintah berupaya membayar tunggakan subsidi BBM kepada Pertamina. Asal tahu, pemerintah memiliki utang subsidi BBM kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu senilai Rp 30 triliun.

"Sedapat mungkin kami akan membayarkan seluruh kewajibannya ke Pertamina di APBN 2017 dan 2018," tegas dia.

 

3 dari 3 halaman

Audit BPK

Cara untuk menyelesaikan pembayaran tersebut, dia menambahkan, sesudah pengeluaran Pertamina diaudit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Selanjutnya BPK merekomendasikan tunggakan tersebut ke pemerintah.

"Jadi ada sebagian kewajiban pemerintah dan ada sebagian kewajiban yang menjadi tanggungjawab perusahaan," ucap dia.

Sri Mulyani menegaskan, setiap kenaikan harga minyak atau ICP US$ 1 per barel, maka terjadi surplus atau tambahan penerimaan sekitar Rp 700 miliar dengan asumsi seluruh belanja subsidi masih sesuai APBN.

"Kalau harga minyak naik, yang terlihat Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan penerimaan pajak dari migas meningkat. Sedangkan kebijakan subsidi tetap menjalankan apa yang ada di APBN 2018," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.