Sukses

Kenaikan UMP 2018 Belum Bisa Dorong Daya Beli Masyarakat

Dari data BPS, per Agustus 2017 pengangguran mengalami kenaikan sebesar 10 ribu orang.

Liputan6.com, Jakarta - Kenaikan upah minimum provinsi (UMP) sebesar 8,71 persen dinilai tidak akan meningkatkan daya beli masyarakat secara signifikan di 2018. Sebab, di tahun depan, inflasi diprediksi akan lebih dari 4 persen.

Hal tersebut diungkapkan pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira Adhinegara.

‎"Dampak ke daya beli tidak signifikan, karena 8,71 persen itu pertumbuhan ekonomi dan inflasi. Inflasinya saja sudah 3,7 persen. Artinya peningkatan upah riil hanya 5 persen. Jadi tidak terlalu signifikan," ujar dia saat berbincang dengan Liputan6.com di Jakarta, Senin (18/12/2017).

Menurut dia, di tahun depan inflasi nasional bisa lebih dari 4 persen. Hal tersebut terjadi jika pemerintah melakukan penyesuaian harga pada sejumlah komponen energi, seperti listrik, BBM dan gas.

"Sehingga kenaikan upah akan tergerus oleh inflasi. Jadi upah riil yang diterima oleh buruh menjadi lebih rendah. Nah, di sini tantanganya," lanjut dia.

Sementara di sisi lain, sejak dua tahun terakhir Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan mulai diterapkan, justru terjadi penurunan penyerapan tenaga kerja. Dari data BPS, per Agustus 2017 pengangguran mengalami kenaikan sebesar 10 ribu orang.

"Artinya kenaikan upah meski sudah dibatasi, tapi formula itu tidak cocok. Karena dampak kepada daya beli, dampak ke produktivitas tidak meningkat sama sekali," ucap dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Naik 8,71 Persen

Untuk diketahui, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) telah menetapkan besaran kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2018 sebesar 8,71 persen.

Hal tersebut tertuang dalam Surat Edaran Kemnaker tanggal 13 Oktober 2017, dengan Nomor B.337/M.NAKER/PHIJSK-UPAH/X/2017 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2017.

Besaran kenaikan tersebut merupakan ‎total penjumlahan dari pertumbuhan ekonomi dan inflasi sesuai dengan formula kenaikan upah minimum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP)‎ Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

"Data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional (pertumbuhan produk domestik bruto) yang akan digunakan untuk menghitung upah minimum tahun 2018 bersumber dari Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS RI) sesuai dengan Surat Kepala BPS RI Nomor B-188/BPS/1000/10/2017 tanggal 11 Oktober 2017," demikian dikutip dari Surat Edaran Kemnekar yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Rabu (25/10/2017).

Dalam Surat Kepala BPS tersebut, ditetapkan inflasi nasional sebesar 3,72 persen. Sedangkan pertumbuhan ekonomi (pertumbuhan PDB) sebesar 4,99 persen. Maka jika kedua komponen tersebut dijumlahkan menjadi sebesar 8,71 persen.

Sedangkan formula untuk menghitung besaran UMP 2018 adalah besaran UMP 2017 ditambah dengan hasil perkalian antara besaran UMP 2017 x (tingkat infasi+pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 44 Ayat 1 dan Ayat 2 PP Nomor 78 Tahun 2015‎.

Dengan demikian, besaran UMP 2018 di masing-masing provinsi yaitu UMP 2017‎ + (UMP 2017 x 8,71 persen). ‎Sebagai contoh, untuk DKI Jakarta, kenaikan UMP-nya yaitu besaran UMP 2017 Rp 3.355.750 x 8,71 persen yaitu Rp 292.285. Dengan demikian besaran UMP 2018 jika mengikuti PP Nomor 78 Tahun 2015 yaitu Rp 3.355.750 + Rp 292.285 yaitu Rp 3.648.035.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.