Sukses

WTO Sepakati Usulan RI Basmi Maling Ikan dan Subsidi Nelayan

Dampak dari praktik IUU fishing ini bisa merugikan nelayan-nelayan kecil di Indonesia dan menurunkan pasokan perikanan di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta Para menteri Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) sepakat untuk mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang diperjuangkan Indonesia. Hal yang diperjuangkan Indonesia antara lain pemberantasan praktik illegal, unregulated and unreported (IUU) fishing, serta peninjauan ulang penerapan subsidi perikanan.

Kesepakatan ini merupakan hasil dari proses perundingan yang berjalan panjang di Jenewa sepanjang 2017. Kesepakatan terjadi pada konferensi tingkat menteri (KTM) ke-11 pada 10-13 Desember 2017 dì Buenos Aires, Argentina. 

"Dengan hasil ini, Indonesia telah mempertahankan posisi sebagai juru runding dalam pemberantasan praktik IUU fishing dan melindungi kepentingan nasional untuk nelayan skala kecil dan artisanal," kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dalam keterangannya, Jakarta, Sabtu (16/12/2017).

Permasalahan terkait praktik IUU fishing ini terus menjadi fokus Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Untuk itu, KKP turut ikut andil mengambil bagian dalam KTM dalam upaya memberantas praktik IUU fishing ini.

Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti sependapat dengan Enggartiasto. Pasalnya, dampak dari praktik IUU fishing ini bisa merugikan nelayan-nelayan kecil di Indonesia dan menurunkan pasokan perikanan di Indonesia.

"Ini laut kita seharusnya untuk kita, masyarakat Indonesia. Ini, kok, seenaknya saja para maling ini mengambil jatah kita, ini tentu tidak bisa dibiarkan," kata Susi.

Selain menyepakati pemberantasan praktik IUU fishing, menteri-menteri WTO menyepakati subsidi perikanan tetap dapat diberikan kepada nelayan skala kecil dan artisanal.

Untuk itu, rencananya pada perundingan selanjutnya juga akan membahas ketentuan yang mengarah kepada pelarangan subsidi untuk kapal skala industri.

Organisasi Pangan Dunia (FAO) telah melaporkan adanya eksploitasi berlebihan terhadap perikanan global. Kondisi ini telah mendorong WTO untuk merundingkan disiplin subsidi perikanan.

Adapun mandat untuk merundingkan subsidi perikanan di WTO dimulai sejak KTM WTO tahun 2001 di Doha. Saat itu seluruh anggota WTO sepakat merundingkan penyusunan disiplin subsidi perikanan.

Selanjutnya, pada KTM WTO tahun 2005 di Hongkong, para menteri kembali mendeklarasikan komitmennya untuk memperkuat disiplin subsidi perikanan. Indonesia tercatat sebagai salah satu dari negara utama yang aktif merundingkan subsidi perikanan.

Sejak awal, Indonesia selalu memperjuangkan pemberantasan praktek IUU fishing dan kepentingan negara berkembang yaitu diberikannya fleksibilitas dalam menyalurkan subsidi perikanan, khususnya kepada nelayan kecil dan artisanal.

"Subsidi ini masih diperlukan untuk menopang kehidupan mereka," kata Enggartiasto.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

RI Dukung Larangan Subsidi

Mendag Enggartiasto juga menegaskan, Indonesia mendukung adanya pelarangan subsidi yang menyebabkan overcapacity dan overfishing, serta penghapusan subsidi yang berkontribusi terhadap IUU fishing.

Untuk transparansi, Indonesia mendukung penguatan pelaksanaan notifikasi subsidi agar pemberian subsidi oleh negara maju kepada industri perikanan besar dapat dipantau.

Lebih lanjut, Enggartiasto mengharapkan agar keberhasilan delegasi Indonesia dalam membawa permasalahan di bidang kelautan dan perikanan bisa menjadi pemacu untuk melanjutkan perundingan subsidi perikanan serta mengawal kepentingan nasional agar tetap terjaga di masa mendatang.

Adapun kesepakatan lain yang dicapai para Menteri Anggota WTO untuk memenuhi target Sustainable Development Goals (SDGs) 2020 adalah melanjutkan perundingan pelarangan subsidi perikanan sebelum KTM WTO ke-12 tahun 2019.

Pelarangan subsidi yang dirundingkan khususnya untuk yang menyebabkan penangkapan ikan melebihi kapasitas (overcapacity), secara berlebihan (overfishing), serta penghapusan subsidi yang berkontribusi kepada praktik penangkapan ikan ilegal, tidak sesuai aturan, dan tidak dilaporkan (IUU fishing). Kemudian, penguatan transparansi subsidi perikanan dunia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini