Sukses

Neraca Dagang RI Oktober Diprediksi Surplus US$ 1,3-1,7 Miliar

Pertumbuhan impor, terutama barang modal diproyeksikan melaju kencang dibanding pertumbuhan ekspor.

Liputan6.com, Jakarta Neraca perdagangan Indonesia diperkirakan akan melanjutkan surplus di Oktober 2017 sekitar US$ 1,3 miliar-US$ 1,7 miliar. Pertumbuhan impor, terutama barang modal diproyeksikan melaju kencang dibanding pertumbuhan ekspor.

Ekonom PT Bank Permata Tbk, Josua Pardede memprediksi laju pertumbuhan ekspor sebesar 12,6 persen (year on year/yoy) atau lebih rendah dibanding pertumbuhan impor sebesar 15,06 persen (yoy).

"Neraca perdagangan Oktober 2017 diperkirakan surplus US$ 1,7 miliar," katanya saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (15/11/2017).

Josua menjelaskan, pertumbuhan ekspor 12,6 persen ditopang solidnya volume permintaan ekspor yang didorong kenaikan aktivitas manufaktur mitra dagang utama Indonesia, seperti Jepang, zona Eropa, dan Jepang.

"Kenaikan harga minyak dunia sebesar 5,2 persen (month to month/mom) sepanjang Oktober tetap menopang kenaikan harga komoditas ekspor CPO 3,5 persen mom dan batu bara 2,7 pesen mom, meski harga karet alam cenderung turun di Oktober," terangnya.

Sedangkan impor tumbuh 15,06 persen yoy, diakui Josua, karena ditopang kenaikan impor barang modal seiring solidnya tren investasi. Diperkuat dengan stabilnya tren positif penjualan semen.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Selanjutnya

Dihubungi terpisah, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara meramalkan surplus neraca dagang Oktober ini sekitar US$ 1 miliar-US$ 1,3 miliar.

"Neraca dagang Oktober ini surplus sebesar US$ 1 miliar-US$ 1,3 miliar dengan pertumbuhan ekspor 15 persen dan impor 16 persen," ujarnya.

Lebih jauh Bhima mengatakan, surplus dipicu kenaikan ekspor komoditas, seperti batu bara dan minyak kelapa sawit. Tren permintaan batu bara dan sawit dari China akan terus berlangsung seiring pemulihan industri manufaktur China.

"Berkurangnya pasokan minyak Amerika Serikat (AS), kebutuhan energi menjelang musim dingin, dan konflik internal di Arab Saudi membuat harga minyak mentah naik di atas US$ 56 per dolar AS," terangnya.

Namun demikian, Bhima mencermati, Oktober ini merupakan awal mula dari tren kenaikan impor, khususnya barang konsumsi dan memenuhi stok jelang libur Natal dan Tahun Baru.

"Kenaikan nilai impor juga dipengaruhi faktor pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS sejak akhir September. Hal ini bisa menekan surplus perdagangan sehingga masih sulit menembus lebih dari US$ 2 miliar," katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini