Sukses

Ini Hitungan Harga Saham Freeport Versi Menteri Jonan

Nilai kapitalisasi pasar induk usaha Freeport Indonesia melambung tinggi dibanding realisasi sebesar US$ 7 miliar pada Januari 2016.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ignasius Jonan menghitung perkiraan nilai 51 persen saham PT Freeport Indonesia US$ 4 miliar atau sekitar Rp 54 triliun (kurs Rp 13.500 per dolar AS). Perhitungan tersebut didasarkan pada nilai kapitalisasi pasar Freeport McMoran dan kontribusi keuntungan Freeport Indonesia terhadap induk usahanya tersebut.

"Kalau lihat fair market price, nilai kapitalisasi pasar Freeport McMoran di New York Stock Exchange senilai US$ 20,74 miliar di penutupan perdagangan hari kemarin," kata Jonan saat Rapat Kerja dengan Komisi VII di Gedung DPR, Jakarta, Senin (9/10/2017).

Menurut Jonan, nilai kapitalisasi pasar induk usaha Freeport Indonesia tersebut melambung tinggi dibanding realisasi sebesar US$ 7 miliar pada Januari 2016.

Sementara itu, Jonan lebih jauh mengatakan, kontribusi keuntungan Freeport Indonesia dalam 5-10 tahun terakhir sekitar 40 persen. Dengan asumsi tersebut, maka nilai 100 persen saham Freeport Indonesia diperkirakan sebesar US$ 8 miliar atau sekitar Rp 108 triliun.

"Jadi kalau 51 persen berarti US$ 4 miliar. Tentunya mayoritas pasti akan minta premium. Semua kepemilikan mayoritas pasti minta premium. Nanti dihitung nego premiumnya mau berapa," tutur mantan Menteri Perhubungan itu.

Diakuinya, terkait perpanjangan kontrak 2x10, yakni periode 2021 sampai 2031 dan tahap selanjutnya sampai 2041, Freeport Indonesia harus memenuhi syarat divestasi 51 persen, penerimaan negara lebih baik, dan pembangunan smelter.

"Arahan Presiden, negosiasi harus win-win. Proses divestasi tidak bisa 10 tahun lagi, karena ini harus jalan. Harus dibikin bertahap dan sesuai kemampuan keuangan pemerintah dalam hal ini BUMN dan BUMD," Jonan menjelaskan.

Saat ini, dia menambahkan, kerangka negosiasi dengan Freeport Indonesia sudah diserahkan ke Menteri Keuangan (Menkeu) untuk menyusun penerimaan negara lebih baik, yaitu dengan naildown atau tetap, bukan dengan prevailing. Dan masalah divestasi kepada Menteri BUMN.

"Tapi Presiden minta saya membantu lagi supaya bisa jalan proses ini," tukasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.