Sukses

Ingin Bawa Oleh-Oleh dari Luar Negeri? Simak Aturan Bea Cukai Ini

Masih banyak penumpang belum mengetahui ketentuan terkait barang bawaan penumpang yang berlaku di Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) Kementerian Keuangan akan memeriksa dan mengawasi barang bawaan penumpang dari luar negeri. Karena itu, penumpang perlu mencermati aturan DJBC untuk barang bawaan impor supaya tak terkena bea masuk maupun pajak. 

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga DJBC, Robert Leonard Marbun, mengungkapkan, masih banyak penumpang belum mengetahui ketentuan terkait barang bawaan penumpang yang berlaku di Indonesia.

“Perlu diketahui bahwa setiap negara memiliki aturan yang berbeda tentang pembawaan barang dari luar negeri, termasuk di Indonesia," kata Robert dikutip dari keterangan tertulis, Rabu (20/9/2017). 

Pemerintah Indonesia menerapkan pembebasan barang bawaan penumpang sebesar US$ 250 per orang atau sekitar Rp 3,3 juta (kurs Rp 13.300 per dolar AS) dan US$ 1.000 per keluarga atau Rp 13,3 juta. 

Barang lainnya, yakni 200 batang sigaret (rokok), 25 batang cerutu, 100 gram tembakau iris atau hasil tembakau lainnya, dan 1 liter minuman mengandung etil alkohol. 

"Jika penumpang membawa barang pribadi di bawah nilai tersebut, maka tidak akan dipungut bea masuk dan pajak impor. Tapi kalau lebih dari itu, maka atas kelebihan nilainya akan dikenakan bea masuk dan pajak impor," tegas Robert. 

Selain itu, lanjutnya, jika penumpang membawa barang dagangan dengan jenis, sifat, dan jumlah yang tidak wajar untuk pemakaian pribadi, ia harus mengisi pemberitahuan impor barang khusus dan menyelesaikan kewajiban pabean.

Robert mengimbau bagi para penumpang untuk terlebih dahulu mempelajari ketentuan barang bawaan penumpang melalui website bea cukai. Untuk memahami ketentuannya, masyarakat dapat mengakses www.beacukai.go.id atau dapat menghubungi contact center Bravo Bea Cukai 1500225.

Selain itu, penumpang juga harus memperhatikan ketentuan larangan dan pembatasan yang merupakan peraturan yang melarang dan membatasi barang-barang tertentu yang dianggap berisiko dan berbahaya. Peraturan tersebut dikeluarkan oleh instansi terkait, di mana pelaksanaannya dititipkan kepada Bea Cukai. 

“Petugas Bea Cukai akan memeriksa apakah barang tersebut termasuk kategori larangan dan pembatasan. Jadi sebelum membawa barang dari luar negeri, para penumpang dapat mengecek persyaratan impor yang informasinya dapat diperoleh di situs Indonesia National Single Windows,” pungkas Robert.      

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Revisi

Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati akan mengkaji revisi aturan batasan bea masuk barang bawaan penumpang dari luar negeri. Batas barang impor yang bebas bea masuk saat ini sebesar US$ 250 atau sekitar Rp 3,3 juta per orang dan US$ 1.000 atau Rp 13,3 juta per keluarga.

"Saya sudah menginstruksikan kepada Direktur Jenderal Bea Cukai agar aturan-aturan pembatasan mengenai jumlah dan harga dari volume yang dibawa oleh penumpang yang masuk ke Indonesia, agar disederhanakan," ujar dia awal pekan ini. 

Revisi ini merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 188/PMK 04/2010 tentang Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang, Awak Sarana Pengangkut, Pelintas Batas, dan Barang Kiriman.

Sri Mulyani menginstruksikan, revisi tersebut harus mencerminkan perkembangan zaman dan kebutuhan saat ini. Dia pun menegaskan, Ditjen Bea dan Cukai tidak melakukan pengetatan terhadap barang-barang impor yang dibawa penumpang atau warga negara Indonesia (WNI) ke Indonesia.

"Agar disederhanakan untuk merefleksikan atau mencerminkan kebutuhan hari ini. Yang pasti tidak ada pengetatan," tutur dia.

Sementara itu, Direktur Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai, Heru Pambudi mengatakan, ketentuan mengenai batasan bebas bea masuk atas barang impor bawaan penumpang sudah lama berlaku. Pihaknya akan mencermati berbagai usulan mengenai kenaikan batasan tersebut hingga US$ 2.500 per orang atau naik 10 kali lipat.

"Usulan akan jadi masukan bagi kita, tapi ya tidak setinggi itu juga. Kenapa? Kalau batasan sampai US$ 2.500, siapa yang dirugikan? Yang pasti industri dalam negeri yang produksi barang sejenis, yang bayar pajak, maka jadinya persaingan tidak sehat," ujar Heru.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.