Sukses

Dongkrak Produktivitas Pertanian Lewat Teknik Tanpa Bajak di AS

Tantangan perubahan iklim dan pertumbuhan populasi mendorong petani memikirkan cara meningkatkan produktivitas lahan.

Liputan6.com, Jakarta - Petani di Amerika Serikat (AS) berupaya meningkatkan produktivitas lahan, salah satunya dengan menggunakan metode tanpa bajak atau pembatasan bajak.

Berdasarkan data terkini, Departemen Pertanian Amerika Serikat (AS), sekitar 40 persen lahan di AS menggunakan metode tanpa bajak. Salah satu petani AS yang menggunakan metode tanpa bajak yaitu Trey Hill. Lahan pertaniannya berbeda dengan lahan pertanian yang teratur dan rapi. Meski demikian, banyak petani yang tertarik.

"Memang bagi yang tak terbiasa lahan tampak berantakan, tapi banyak petani merasa tertarik dengan metode ini," ujar Trey Hill, seperti dikutip dari VOA, Rabu (19/7/2017).

Hal yang dilakukan Trey Hill berbeda dengan petani lainnya. Biasanya petani membajak lahan, membiarkan lahan kosong ketika bukan sedang musim tanam, dan menanam bibit sama setiap tahun. Namun praktik pertanian seperti ini menurunkan kualitas lahan di saat petani dituntut semakin produktif hasilkan panen. Ini untuk memenuhi kebutuhan pangan populasi yang meningkat.

Hal ini juga fokus dalam buku growing a revolution karya David Montgomery. "Prinsip agribudaya konservasi mengubah praktik pertanian sama sekali. Filosofinya tidak membajak, menutup lahan dengan tanaman dan rotasi tanaman lebih beragam," ujar dia lewat skype.

Dengan metode tanpa bajak, Trey Hill menanam sisa panen sebelumnya tanpa membajak lahan. Ketika bukan musim tanam, ia menanam lahan dengan berbagai tanaman penutup yang suburkan lahan dan cegah erosi. Tanaman penutup ini bukan untuk dipanen melainkan memberikan nutrisi pada tanah. Peneliti lahan mengatakan, lahan seperti ini akan lebih rentan ketika musim kemarawu.

"Tanaman penutup seperti ini akan secara drastis meningkatkan serapan air hujan," tutur Peneliti University of Maryland, Ray Weil.

Praktik pertanian ini pun dinilai menguntungkan, karena petani tak perlu beli bahan bakar traktor untuk membajak lahan. Ketika musim tanah tiba dibasmi dengan herbisida sehingga membuat praktik ini tak organik. Namun, menurut peneliti bukan berarti lahan ini tak sehat.

"Tanah ini penuh mahluk hidup. Kalau kita lihat lahan organik tapi dibajak, tak akan kita temukan berbagai mahluk hidup ini," ujar Weil.

Trey Hill menuturkan, teknik tanpa bajak ini tak sempurna dan masih banyak ditemui masalahnya. "Lahan ini ditanam ulang karena hama siput. Tentunya bibit, diesel, dan sebagainya mahal jadi memang perlu biaya untuk belajar," kata dia.

Para ahli pun berupaya meneruskan praktik lahan seperti ini kepada petani di negara berkembang. Ini seiring meningkatnya tuntutan panen produksi di tengah tantangan perubahan iklim dan pertumbuhan populasi.

 

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.