Sukses

Kurang Tidur Bikin Ekonomi Jepang Kehilangan US$ 138 Miliar

Kurang tidur oleh pekerja menjadi kendala ekonomi di Jepang.

Liputan6.com, Tokyo - Kurang tidur tak hanya berbahaya bagi kesehatan lantaran bisa membuat orang emosi dan tidak sehat. Namun kurang tidur juga menjadi kendala ekonomi terbesar di Jepang.

Masalah tersebut menjadi makin buruk dalam beberapa tahun terakhir. Hampir setengah pekerja tidak mendapatkan tidur yang cukup. Hal itu lantaran mengambil jam lembur menjadi alasan utama. Oleh karena itu, banyak kematian terjadi lantaran terlalu banyak pekerjaan.

"Ini hasil budaya kerja yang tak kenal ampun dengan biaya lembur melimpah. Ada suasana di tempat kerja Anda harus bekerja berjam-jam dan Anda tidak harus meninggalkan kantor tepat waktu sehingga kurang tidur dan membuat sulit pekerja untuk menjaga produktivitas," ujar Ekonom Dai-Ichi Life Research Institute Junko Sakuyama seperti dikutip dari laman Bloomberg, Jumat (17/2/2017).

Berdasarkan studi kepada lima negara yang dilakukan RAND Europe menemukan kalau kekurangan tidur membuat Jepang kehilangan US$ 138 miliar atau sekitar Rp 1.839 triliun (asumsi kurs Rp 13.333 per dolar Amerika Serikat). Angka itu 2,9 persen dari produk domestik bruto (PDB). Kurang tidur membuat biaya di Jepang lebih besar ketimbang negara G-7 lainnya. Hal itu lantaran produktivitas menjadi berkurang.

"Jam kerja yang panjang adalah masalah penting bagi pasar tenaga kerja Jepang. Jepang harus mengurangi terlalu banyak pekerjaan untuk mengurangi kematian dan meningkatkan produktivitas penduduk," ujar Sakuyama.

Beberapa perusahaan pun segera mengambil tindakan dengan menciptakan minimum istirahat dan pekerja harus mengambil istirahat sebelum kembali bekerja. Sumitomo Mitsui Bank pun memperpanjang jumlah jam menjadi sembilan jam termasuk staf kontrak pada Desember.

Sejak Januari, Unicharm Corp juga menetapkan jam kerja selama delapan jam, dan mencegah karyawan untuk lembur, paling lama hingga pukul 10 malam.

Berbeda dengan Uni Eropa, Jepang tidak memiliki aturan yang mengatur waktu istirahat minimum. Hanya dua persen dari sekitar 1.700 perusahaan yang memiliki periode minimum istirahat harian.

Pemerintah Jepang pun menyiapkan sekitar 400 juta yen atau sekitar US$ 3,5 juta untuk beberapa tahun fiskal ke depan. Dana itu untuk program insentif yang mendorong perusahaan kecil dan menengah untuk adaptasi waktu istirahat minimum.

Sebuah subsidi hingga 500 ribu yen akan disediakan untuk perusahaan sehingga membantu membayar biaya, termasuk revisi aturan kerja, pelatihan dan memperbarui perangkat lunak yang mengelola data pekerjaan.

Dalam laporan RAND menyebutkan kalau meningkatkan waktu tidur antara 6-7 jam dapat meningkatkan ekonomi Jepang US$ 75,7 miliar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.