Sukses

Kerugian Akibat Maling Listrik Capai Rp 1,5 Triliun per Tahun

Kejahatan pencurian listrik ada yang mengandung unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat pencurian listrik di Indonesia selama ini telah merugikan negara hingga Rp 1,5 triliun setiap tahun. Jumlah ini berusaha ditekan pemerintah dengan melakukan berbagai cara.

"Jumlah dari pencurian listrik diperkirakan Rp 1,5 triliun per tahun (kerugian). Itu yang harus dikurangi dan upaya ini sudah dilakukan sejak 2012," ujar Direktur Jenderal Kelistrikan Kementerian ESDM, Jarman saat ditemui di Nusa Dua Convention Center, Bali, Jumat (12/2/2016).

Kejahatan pencurian listrik ada yang mengandung unsur kesengajaan maupun ketidaksengajaan. Pencurian listrik secara sengaja dan besar, lanjut Jarman, kerap terjadi di pabrik, hotel dan sebagainya.

"Kalau laporan yang masuk ada ketidaksengajaan diproses PLN untuk kasus perdata. Tapi begitu ada masalah yang terkait pidana, dilaporkan ke kita. Kita akan tindaklanjuti, diperiksa, apakah ada unsur kesengajaan atau ketidaksengajaan," jelasnya.

Sikat Maling Listrik

Diakuinya, saat ini terdapat 25 Penyidik PNS (PPNS) di Direktorat Jenderal Kelistrikan Kementerian ESDM dan jumlahnya akan terus bertambah seiring kehadiran PPNS baru yang sudah mendapat pendidikan dan pelatihan, serta rekomendasi dari Kejaksaan Agung. Sedangkan pengajuan pengangkatannya melalui Kementerian Hukum dan HAM untuk diangkat menjadi PPNS.

PPNS tersebut akan menyelidiki kasus pencurian listrik yang diendus ada unsur pidana. Sementara jika ada ketidaksengajaan atau unsur perdata, hanya diproses oleh PLN.

"Kita juga punya inspektur ketenagalistrikan, kalau ada unsur pidana diberikan ke PPNS. Mereka berhak memeriksa, menyita sesuai dengan kewenangan, serta menerbitkan surat perintah penyidikan. Mereka bisa bergerak jika ada indikasi pidana," terang Jarman.

Dengan cara ini, diharapkannya dapat menekan jumlah kasus maupun kerugian akibat ulah maling listrik selain menjatuhkan hukuman sanksi denda sampai pidana paling berat 2,5 tahun.

"Dari Rp 1,5 triliun, kalau bisa dikurangi 50 persen atau 2,3 persennya saja, lumayan ada Rp 1 triliun yang bisa di saving per tahun dan dipakai untuk yang lain," ucap Jarman. (Fik/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.