Sukses

Tim Reformasi Migas Dikritik Hanya Bidik Petral

Lebih jauh pengamat mempertanyakan langkah tim yang langsung 'membidik' Petral, anak buah Pertamina yang disebut sebagai sarang mafia.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai Tim Reformasi Tata Kelola Migas hanya mengandalkan penyampaian gagasan.

Komaidi bahkan menyebut, tim yang diketuai ekonom Faisal Basri itu tidak melakukan kajian lebih lanjut mengenai migas.

"Saya lihat tim reformasi lebih banyak hanya menyampaikan gagasan di media dan itu kurang baik," kata dia dalam acara diskusi di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (6/12/2014).

Komaidi mengatakan demikian sebab dikhawatirkan tim yang dibentuk Menteri ESDM Sudirman Said itu hanya bergerak berdasarkan opini masyarakat, tanpa melakukan kajian lebih lanjut.

Lebih jauh Komaidi mempertanyakan langkah tim yang langsung 'membidik' Petral, anak usaha Pertamina yang disebut sebagai sarang mafia. Hal ini pun hanya berdasarkan sentimen publik.

Menurut dia, kalau pun Petral dibubarkan, itu tak menyelesaikan masalah. "Saya khawatir tim ini cuma memanfaatkan informasi publik terhadap Petral," jelas dia.

Menurut dia, kalaupun nanti Petral dibubarkan, pasti akan ada unit baru di Pertamina untuk menjalankan tugas (Petral) itu. "Dan itu harus dijelaskan secara jelas, jangan setengah-setengah," kata Komaidi.

Menyikapi sorotan terhadap Petral oleh Faisal Basri, Pengamat ekonomi-politik AEPI Salamuddin Daeng menyayangkan sikap Tim Reformasi Tata Kelola Migas yang lebih memuji importir Hin leong. Pasalnya, Hin Leong adalah perusahaan Trader dan Storage paling besar untuk dagang solar di Singapura.

"Anak perusahaan yang legal diserang (Petral) tapi ujungnya (importir) dibela, jadi ada hidden agenda yang dijalankan Faisal Basri," ujar dia.

Lebih lanjut dikatakan, Pertamina, khususnya Petral menjadi perhatian publik karena langsung dibidik Tim pimpinan Faisal Basri.

"Pertamina itu anak BUMN yang paling besar. Sekarang muncul persaingan global yang musuhnya bukan negara lain saja namun juga swasta. Perlu diperhatikan baik-baik tujuannya mau membangun atau menghancurkan," lanjutnya.

Menurutnya, jika rantai suplai yang terdiri dari keuangan, investasi dan bahan baku energi diputus, maka sama saja dengan menggantikan BBM dengan swasta.

"Makanya pakai pendekatan hukum, galakkan lagi KPK dan PPATK," ujarnya.(Oscar/Nrm)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.