Sukses

Mafia Migas Muncul Karena Perubahan UU

Keberadaan UU Nomor 22 Tahun 2001 dinilainya menyandera peran perusahaan minyak nasional khususnya Pertamina dalam mengelola blok migas.

Liputan6.com, Jakarta - Munculnya mafia minyak dan gas (migas) di Indonesia disinyalir karena digantinya undang-undang (UU) mengenai perminyakan di Indonesia. Undang-undang baru tersebut memangkas kewenangan dari PT Pertamina.

Anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi menjelaskan, mafia minyak mulai bermunculan setelah ada pergantian undang-undang. Semula, undang-undang yang berlaku di Indonesia untuk tata kelola migas adalah UU Nomor 8 Tahun 1971. Namun 30 tahun kemudian, UU tersebut diganti dengan keluarnya UU Nomor 22 Tahun 2001.

Digantinya UU tersebut juga membuat aturan mengenai kontrak pengolahan blok migas juga berubah. Dalam UU Nomor 8 Tahun 1971, kuasa pertambangan berada di Pertamina. Sistem yang diberlakukan adalah Negara memberikan kepercayaan ke Pertamina, lalu Pertamina berkontrak ke asing dengan skema business to business  (b to b).

Namun setelah UU tersebut digandi, peran peran Pertamina memudar. Dalam UU yang baru kuasa pertambangan ada di tangan pemerintah langsung.

"kalau kontrak habis tidak balik ke Direktorat Jenderal Migas. Jadi biang keladinya Undang-Undang 22 Tahun 2001," kata Kurtubi, di gedung Nusantara V, DPR, Jakarta, Senin (10/11/2014).

Keberadaan UU Nomor 22 Tahun 2001 dinilainya menyandera peran perusahaan minyak nasional khususnya Pertamina dalam mengelola blok migas. "Penyebabnya Undang-Undang migas, sejak UU Migas baru, kuasa pertambangan Pertamina dicabut," ungkapnya.

Menurut Kurtubi, digantinya UU tersebut karena ada peran dari orang-orang yang ingin mendapat untung dari kontrak migas yang kemudian disebut sebagai mafia migas. Saat ini, konseptor dari sistem baru tersebut masih berkeliaran.

"konseptornya masih berkeliaran di negeri ini, masih main. Dia sengaja menciptakan sistem mafia migas dengan dikasih ruang gerak, dikasih pintu masuk, diciptakan BP Migas (Badan Pengatur Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi)," pungkasnya. (Pew/Gdn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.