Sukses

Harga BBM Naik Jadi Indikator Komitmen Reformasi Jokowi?

Lima hal berkaitan dengan kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi versi Morgan Stanley.

Liputan6.com, Jakarta - Subsidi energi terutama bahan bakar minyak menjadi perhatian publik termasuk lembaga keuangan asing Morgan Stanley. Dalam riset Morgan Stanley menyebutkan, pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) merupakan kunci reformasi untuk pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Dalam riset Morgan Stanley ada lima hal berkaitan dengan kebijakan kenaikan harga BBM. Ekonom Morgan Stanley, Deyi Tan menuturkan, ada dua pilihan waktu Indonesia dapat menaikkan harga BBM bersubsidi. Pertama, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi pada akhir September 2014. Kedua, harga BBM dapat naik pada Januari 2015 setelah revisi Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2015 dilakukan.

"Proposal untuk pengurangan subsidi dilaporkan termasuk kenaikan harga 15 persen-20 persen," ujar Deyi Tan, seperti dikutip dari riset Morgan Stanley, Senin (1/9/2014).

Dalam pandangan Morgan Stanley, kenaikan harga BBM merupakan langkah tepat dan sebagai indikator komitmen Jokowi terhadap agenda reformasi.  Ia mengakui, kenaikan harga BBM ini berdampak terhadap inflasi.

"Setiap kenaikan harga bahan bakar akan menambah 0,77-0,99 persen ke inflasi. Kami perkirakan kenaikan harga sekitar 15 persen pada kuartal I 2015. Inflasi diperkirakan mencapai 6 persen pada 2015," ujar Deyi.

Selain itu, apa dampak kenaikan harga minyak terhadap neraca perdagangan dan transaksi berjalan? Deyi mengungkapkan, permintaan minyak cenderung tidak selaras dengan harga. Bahkan pengaruh tidak terlalu signifikan terhadap permintaan, tetapi lebih kepada kenaikan harga.

"Kenaikan harga hanya akan mengurangi pertumbuhan volume konsumsi minyak. Oleh karena itu, kenaikan harga minyak tidak harus mengubah transaksi berjalan," ujar Deyi.

Lalu bagaimana dampaknya ke suku bunga acuan? Deyi menambahkan, kenaikan harga akan mempengaruhi suku bunga acuan. Oleh karena itu, suku bunga acuan diperkirakan tetap tinggi di kisaran 7,5 persen dalam jangka panjang.

"Kami ragu bahwa akan ada ruang untuk pelonggaran kebijakan dengan inflasi. Saat ini defisit neraca tidak nyaman dan LDR meningkat. Hal ini akan berhubungan dengan pertumbuhan PDB dan pertumbuhan kredit mungkin dibatas pada 2014 dan 2015," ujar Deyi. (Ahm/)


*Bagi Anda yang ingin mengikuti simulasi tes CPNS dengan sistem CAT online, Anda bisa mengaksesnya di Liputan6.com melalui simulasicat.liputan6.com. Selamat mencoba!

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.